Senin, Juli 04, 2011

Lama menunggu



Pagi ini saya mengambil sebagian uang pensiun saya  di ATM sebuah Bank papan atas milik Pemerintah. Setelah praktik pagi, saya meluncur ke Bank swasta papan atas yang lain untuk menyetorkan uang itu untuk keperluan pembayaran listrik, air ledeng, tagihan kartu Kredit dll keperluan.

Saya cukup lama antri dan menunggu untuk menyetorkan uang itu. Menunggu adalah perkerjaan yang menjemukan.Untuk memberikan uang kepada pihak lain, saya harus menunggu. Kalau saya harus antri dan menunggu untuk mendapatkan uang ( uang pensiun misalnya), maka hatipun rela menunggu, meskipun perlu waktu lama.

Pernah suatu saat untuk keperluan menyetorkan uang itu, saya pakai sebuah trik yang dapat anda pakai juga. Saya bilang sama isteri saya bahwa saya akan berikan sejumlah uang  dan tolong transferkan uang itu ke rekening saya di Bank yang sama. Proses transfer tidak dipungut biaya dan saya tidak perlu antri yang membuang banyak waktu.

Lain waktu kalau isteri saya tidak berkeberatan, saya  pinjam kartu ATM-nya dan saya yang pergi ke msin ATM ( sambil mengerjakan tugas yang lain, mampir ke ATM Bank itu yang banyak tersebar di banyak lokasi).

---

Setelah urusan menyetor uang selesai, tugas saya berikutnya adalah ingin bertanya  masalah tagihan Kartu Kredit saya kepada Bagian Kartu Kredit Bank tsb.

Setiba di ruang Bagian Kartu Kredit, saya melihat Ibu petugas Bank yang sudah saya kenal. Beliau sedang sibuk menghadapi Komputernya, rupanya sedang data entry untuk nasabah lain.

Beliau berkata “Sebentar ya Pak.” Saya mengangguk.

Saya duduk manis disebuah kursi. Di sebelah saya duduk seorang Ibu yang membawa banyak kertas catatan. Lama juga beliau melakukan data entry. 3 menit sudah berlalu.

Beliau menerima  2 kali panggilan telepon yang segera dijawabnya. Saya membatin kalau bicara langsung maka  sesibuk apapun, pasti telepon itu dijawab. Kalau tidak dijawab akan terus berdering dan berisik juga. Kalau datang  dan berhadapan muka dengan petugas di Kantor manapun, sering kali saya  harus menunggu sampai mereka siap menerima saya. Waktunya terserah keadaan. Bisa sebentar, bisa lama.

Kalau waktunya lama, saya sering membatin “Wah… pasiennya keburu meninggal dulu nih.” Saya tidak terbiasa dengan situasi seperti itu. Menghadapi pasien mesti segera dan tidak perlu membuang waktu.

Hampir 10 menit waktu berlalu, urusan saya masih belum terselesaikan juga.
Ah…saya telah salah datang. Timingnya tidak tepat. Ya sudah, lebih baik saya pulang saja dan mengerjakan tugas-tugas yang lain.

Saya berdiri dan balik kanan, menuruni tangga sebanyak 3 lantai menuju ke lantai dasar gedung Bank yang megah itu. Pagi itu saya lebih suka menuruni tangga, hitung-hitung olah raga.

Terdengar suara  wanita, saat saya sudah agak jauh dari kursi yang saya duduki tadi, “Pak..pak…” rasanya malas untuk kembali lagi, sebab beliau juga toh sedang sibuk. Saya tetap berjalan menuruni tangga-tangga yang cukup banyak.

Pagi itu saya sudah menjelesaikan 1 urusan dan 1 urusan yang lain belum.

---

Saat ini Kartu Kredit sering kali lebih dihargai dari pada uang kontan. Padahal bayar dengan Kartu akan terselesaikan pada bulan depan.

Bayar dengan uang Kontan ( apalagi kalau jmlahnya banyak ) kurang disukai sebab: mungkin bau, ribet harus disetorkan ke Bank miliknya dan ada kemunginan adanya uang palsu.

Bayar dengan Kartu Kredit: bersih, lebih nyaman karena akan langsung masuk ke rekening Banknya, pembeli dianggap orang yang cukup bonafid ( tidak sembarang orang dapat punya Kartu Kredit ). Aplikasi Kartu Kredit  pada sebuah Bank milik Pemerintah- pun saya pernah ditolak, tanpa  memberikan alasan ( mungkin pihak penerbit Kartu Kredit punya otoritas seperti itu ). Apakah seorang Dokter punya otoritas untuk menolak mengobati pasien tanpa memberikan alasannya? Padahal nyawa lebih penting dari pada uang, bukan?

2 komentar:

  1. ngomong-ngomong soal kartu kredit... kalau pasien selesai konsultasi bayarnya pakai kartu kredit gimana ya dok? pasti simpel, tinggal gesekkk....he he...
    salam

    BalasHapus
  2. To Michael,

    Makasih sudah berkunjung dan memberi tanggapan.

    Beberapa tahun yang lalu saya membaca sebuah artikel di sebuah Majalh, tentang tempat ese-esek bernama "Dolly" di kota Surabaya, menerima pembayaran dgn fasilitas Kartu Kredit. Nikmati sekarng, bayarnya ngutang. Bayar bulan depan. Luar biasa...

    Kalau pasien bayar dengan Kartu Kredit di beberapa Rumah Sakit Besar di Jkt saya pernah Cek CT Scan kepala ( sering cephalgia ), bisa bayar pakai K. Kredit.

    Alat geseknya sekitar Rp. 2 jt ( thn lalu ) cukup mahal. Kalau di + 3 % maka pasien akan bayar lebih mahal. Wajar ya, kan ngutang.he...he... Semuanya bisa diatur. Mau kontan atau Kreditkah?

    BalasHapus