Rabu, Juli 13, 2011

Selamat jalan



Kemarin siang ketika saya  keluar dari sebuah Mini market, dekat rumah kami berpapasan dengan Pak K, suami Ibu E, 60 tahun.

Ia turun dari sepedanya, menyapa saya “Darimana, Dok?”

Saya menjawabnya “Pulang dari Mini market, beli keperluan sehari-hari, Pak.”

“Dok, isteri saya sudah selamat dan  dikuburkan di pemakanan keluarga”

Saya terkejut, tidak menyangka Ibu E, akan pergi begitu cepat. Tidak ada seorangpun yang tahu kapan akan pergi menghadapNya.

“Kami turut berduka cita, Pak. Iya  kasihan Ibu. Sekarang sudah terbebas dari penderitaan dunia. Semoga diterima disisiNya” saya  turut berduka cita atas kepergian isteri Pak K ini.

Seminggu yang lalu Ibu E pergi meninggalkan keluarganya.
2 hari sebelum kepergiannya, saya  dipanggil oleh suaminya untuk memeriksa Ibu E di rumahnya.

Setelah itu kami  pergi ke Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, Jakarta, sehingga kami tdak mengetahui kepergian  Ibu E.

Ibu E ini pernah beberapa kali berobat kepada saya.
Badannya jurus dan keluhan terakhir  datang berobat ialah tidak selera makan dan banyak lupa.

2 minggu yang lalu, Ibu E masih dapat berjalan dibantu oleh suaminya. Saya memberikan supplement Vitamin, tablet untuk memperbaiki aliran darah ke otak dan sirup untuk menambah selera makan. Sebelum meninggalkan ruang periksa saya memberi advis untuk berobat kepada Dokter Ahli di Jakarta.

Konon kata Pak K, isterinya  sudah dibawa berobat ke Dokter Sesialist Syaraf di kota dekat Jakarta dengan diangosa Dementia praecox, pikun sebelum waktunya.

Jarang saya mendengar istilah medis ini. Kalau Dementia senilis, pikun karena usia lanjut  sering saya jumpai di masyarakat Manula (Manusia Usia Lanjut ).

Ibu E pergi meninggalkan kami pada usia 60 tahun. Keluarga yang ditingalkannya  sangat sedih, bahkan Ibunya  masih hidup pada S3 ( Sudah Sangat Sepuh, 81 tahun ).

Saat Pak K berjumpa dengan saya, ia berkata kalau ia  naik sepeda berkeliling kota untuk mengurangi rasa  sedih dan jenuh saat saya berada di rumah. Wajarlah perasaan Pak K ini yang baru saja kehilangan isteri tercintanya.

Pada saat-saat seperti itu saya  sering membatin “Siapapun pada saatnya akan menghadapNya. Jadi kita  hidup harus ingat akan saat-saat itu. Kita hidup mesti ingat akan orang-orang lain disekitar kita yang masih banyak membutuhkan pertolongan orang lain demi menunjang kehidupan mereka.”

Sekarang hidup makin susah. Sukar mencari pekerjaan di negeri sendiri, sehingga tidak heran kalau ada banyak orang pegi ke luar negeri sebagai TKI ( Tenaga Kerja Indonesia ) untuk mencari nafkah di negeri-negeri orang dengan penuh perjuangan.-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar