Sejak dahulu sampai sekarang, kalau mendapat kesempatan untuk mendapatkan sesuatu dengan harga terjangkau bahkan gratis selalu diharapkan banyak orang.
Beberapa kali saya sempat “ditodong” oleh beberapa kenalan saya untuk membuatkan resep untuk dia mereka sendiri atau keluarga mereka.
Merasa kenal dekat denagn saya, mereka meminta kepada saya untuk diberi resep obat untuk menyembuhkan penyakitnya.
Kisah ini sebagai sebuah contoh kasus.
Ketika saya masih bekerja di sebuah Puskesmas, saat Rapat Bulanan di Kecamatan belum dimulai, ada seorang kenalan dari Instansi lain meminta Resep obat untuk putranya, umur 2 tahun dengan keluhan demam sejak 2 hari yang lalu.
Pak A berkata kepada saya “Dok, putra kami demam sudah 2 hari. Tolonglah minta resep obatnya.”
Saya menjawab “Umurnya 2 tahun ya. Bagaimana kalau nanti sore, saya periksa dahulu di tempat praktek saya sebelum dibuatkan resep obatnya.”
Pak A menjawab “Rumah saya jauh, Dok.
Saya berkata lagi “Kalau begitu berobatlah ke Puskesmas terdekat.”
Pak A menjawab “Kami belum sempat, Dok”.
Aneh juga ya anaknya sakit sudah 2 hari, tetapi orang tuanya belum sempat membawa anaknya ke Puskesmas untuk berobat. Kebetulan kami bertemu dalam Rapat Kecamatan dan Pak A minta resep obat dari saya. Bagaimana saya tahu Diagnosa ( penentuan penyakitnya ) kalau belum sempat melihat dan memeriksa pasien tsb.
Saya berkata lagi dengan santai kepada Pak A “Pak, kalau saya buatkan resep obat, saya tidak dapat menjamin seratus persen sembuh, sebab saya tidak tahu penyakitnya.”
Pak A juga menjawab dengan santai “Ah masak tidak sembuh sih. Bapak
Dari sedikit tanya jawab mengenai keluhan putranya, akhirnya saya membuatkan juga sebuah resep Puyer dan Sirop antibotika untuk pasien tsb. Sebagai tambahan petunjuk agar putranya diberi minum yang cukup dan kompres dingin pada kepalanya. Bila keluhan putranya tidak reda dalam dua hari, maka sebaiknya diperiksakan di Puskesmas terdekat.
Timbul pertanyaan: apakah saya bekerja secara profesional?
Jawabnya : pasti tidak.
Mengapa dibuatkan resep obatnya, tanpa melalui pemeriksaan dulu?
Jawabnya : demi kemanusiaan.
Bulan berikutnya saat Rapat Bulanan di Kecamatan, saya bertemu lagi dengan Pak A.
Saya bertanya kepadanya “Pak, bulan lalu saya beri Resep obat untuk putra Bapak. Apakah sembuh?”
Pak A dengan wajah cerah menjawab “ Wah….sembuh Dok. Makasih banyak ya. Kami tidak membawa putra kami ke Puskesmas sebab sudah sembuh. Dokter hebat sih.”
Saya menjawab dengan rendah hati “Ah….bukan saya yang hebat, tetapi sugesti Bapak yang hebat sehingga penyakit putra Bapak menjadi sembuh.”
Saya membatin “Apakah saya memang hebat atau pasien sembuh karena kebetulan obatnya cocok dengan penyakitnya.”
Apapun jawabnya, saya bersyukur kalau pasien tsb dapat sembuh dengan harga obat yang terjangkau dan doctor fee yang gratis. Tidak ada salahnya menolong orang lain bukan?
Hmmm... kalo seumpama yang jauhnya hingga di Denpasar, boleh minta resep gak Dok ? hehehe...
BalasHapusTo Pande,
BalasHapusBoleh, asal mau kirim ongkos paket via TIKI untuk kirim lembar Resep asli, tetapi tidak ada jaminan sembuh, sebab saya tidak memeriksa penyakit pasen terlebih dahulu.
Bagaimana, mau..? he..he..