Foto peserta Uji Kompetensi Dokter Indonesia.
Dikutip dari website Konsil Kedokteran Indonesia, http://www.inamc.or.id ( mohon ijin KKI untuk artikel ini. Terima kasih. ) tentang Uji Kompetensi Dokter Indonesia.
Dalam upaya memenuhi Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (UUPK), setiap dokter yang lulus harus mempunyai sertifikat kompetensi, oleh karena itu setelah lulus pendidikan formal kedokteran, setiap lulusan harus melalui suatu uji kompetensi yang dilakukan oleh Bersama Uji Kompetensi Dokter Indonesia (KBUKDI).
Dalam UUPK tersebut juga dinyatakan bahwa sertifikat kompetensi (dokter) adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang dokter untuk menjalankan praktik kedokteran di seluruh Indonesia. Sertifikat kompetensi dikeluarkan oleh kolegium yang bersangkutan.
Pada tanggal 28 Februari 2009 diadakan uji kompetensi seluruh dokter lulusan baru (tahun 2009) di seluruh Indonesia dari seluruh universitas dengan 12 lokasi yang ditentukan. Dokter yang telah lulus uji kompetensi akan mendapatkan sertifikat kompetensi selanjutnya dapat memperoleh Surat Tanda Registrasi (STR) yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia. (KKI). Bagi dokter dan dokter gigi yang telah memiliki STR dapat melakukan praktik setelah terlebih dahulu mengurus Surat Izin Praktik (SIP) di Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota setempat.
------
Keadaan dan Peraturan sudah berubah dari waktu ke waktu lain.
Ketika tahun 1979 saya lulus dan diwisuda menjadi Dokter salah satu Fakultas Kedokteran Swasta di Bandung, saya segera mendaftar ke Dep. Kes R.I. yang saat itu masih berloksai di Jl. Prapatan Jakarta ( saat ini sudah berlokasi di Jl. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta ). Saya mendapatkan S.K. ( Surat Keputusan Mentri Kesehatan tentang penempatan saya PNS tenaga Medis di Propinsi Jabar. Oleh Kakanwil Dep. Kes R.I. Jabar, saya mendapat S.K. penempatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon dan oleh Kepala Dinkes Kab. Cirebon saya diberi tugas sebagai Kepala Puskesmas Cirebon Utara per tanggal 1 April 1980. S.I.P. ( Surat Ijin Praktek ) dokter dibuat oleh Ka Dinkes Kab. Cirebon. Setelah mempunyai SIP maka saya dapat buka praktek swasta / sore untuk menambah penghasilan. Saat itu saya dan Teman-teman Sejawat Dokter lain tidak diharuskan mengikuti Uji Kompetensi Dokter Indonesia. Barulah setelah diberlakukan UUPK no. 29 tahun 2004, tentang Praktek Kedokteran, setiap Dokter diwajibkan mengikuti Uji Kompetensi ini. Setelah lulus ujian ini dokter mendapat STR ( Surat Tanda Registrasi ) yang berlaku selama 5 tahun. SIP dokter yang dibuat oleh kepala Dinas Kota/Kabupaten setelah setiap Dokter mempunyai STR. Perlu perjuangan dan persiapan yang baik untuk dapat lulus Uji Kompetensi tsb. Tanpa STR, para dokter tidak akan dapat mempunyai SIP. Tidak mempnyai SIP, tentu tidak diperbolehkan buka praktek.
Oleh Konsiil Kedokteran Indonesia para dokter yang sudah praktek diatas 5 tahun dapat mengikuti Program Konversi sebagai pengganti Uji Kompetensi tsb. Kami di Cirebon mengikuti Paket A dan B selama 4 hari penuh di sebuah RS di Cirebon. Beberapa minggu kemudian para peserta diwajibkan mengisi Borang-borang ( formulir isian ) yang menyangkut: identitas diri, alamat praktek, sarana praktek dokter, kasus-kasus penyakit yang ditangani setiap dokter praktek dll. Borang-borang ini dikirimkan secara kelompok ke KKI di Jakarta. Oleh KKI akan diberikan Sertifikat sebagai pengganti STR untuk memperoleh SIP di Dinas Kesehatan Kota Cirebon.
Para peserta program Konversi ini akan dilantik sebagai Dokter Keluarga (D.K. ) pada Kongres Nasional ( Konas ) PDKI tanggal di Bandung 6-9 Agustus 2009. Setelah dilantik maka kami berhak menambah gelar dibelakang nama kami, misalnya Dr. Alibaba D.K. ( Dokter Keluarga ).
Saat ini SIP kami akan habis masa berlakunya s/d tahun 2011. Dengan didapatkannya Sertifikat setelah mengikuti program Konversi ini maka untuk 5 tahun ke depan ( s/d tahun 2016 ) para peserta sudah mempunyai kesempatan untuk buka praktek s/d tahun 2016. Setelah itu kami belum tahu apakah kami masih dapat buka praktek atau tidak mengingat faktur usia yang sudah S2 ( sudah sepuh ).
-----
Pasien saya pernah berkomentar “ Dokter mau menolong orang sakit kok seperti dipersulit, harus punya Ijin yang panjang liku-likunya, tidak boleh menjual obat langsung kepada pasien dsb. Mengapa ya Dok.”
Saya menjawab ”Peraturannya memang seperti itu, ya kami harus mengikutinya kalau masih ingin buka praktek. Memang dilematis profesi para dokter yang buka praktek ini. Kalau orang yang jual-beli tanah / rumah di depan Notaris harus membayar biaya yang cukup besar. Kalau tidak punya uang ( mosok jual tanah kok tidak punya uang? ) ya sertifikat tanah tidak akan ditanda-tangani. Sebaliknya kalau pasien yang datang berobat kepada dokter dan tidak punya uang mosok akan diusir begitu saja? Rasanya tidak tega mengusir orang yang sakit. Kalau ini terjadi maka keselamatan dokter ( apalagi di daerah terpencil ) dapat terancam. Masyarakat akan marah kalau dokter tidak mau menolong masyarakat yang sakit. Lain profesi, lain pula resiko dan tangung jawabnya. Karena itu kalau berobat, ya ikhlaslah untuk membayar doctor fee dan biaya obat di apotik.”
Pasien saya itu mengangguk-angguk. Semoga ia dapat memahami jawaban saya. Amin.
Peraturan soal kompetensi dokter ini menurut saya memang baik, karena ada standar kemampuan dokter. Hanya saja, di sisi lain ada beberapa hal yang menurut saya janggal. Misalnya, saat ini lulusan barupun sudah harus mengikuti ujian kompetensi. Apakah dengan demikian hasil pendidikan sekolah kedokteran tidak dianggap kompeten? Apakah tidak sebaiknya ujian kompetensi baru diwajibkan pada 5 tahun setelah seorang dokter lulus?
BalasHapusSelain itu, saya dengar dosen kedokteran (juga kedokteran gigi) tidak memiliki kewajiban mengikuti ujian kompetensi. Jika ini benar (tentu harus dikonfirmasi lagi kebenarannya), maka akan menjadi timpang, karena lulusan kedokteran diminta mengikuti ujian kompetensi, sementara dosen kedokteran (sekaligus penguji pada ujian kompentensi) tidak memiliki kewajiban itu.
To Alex:
BalasHapusDalam UUPK No. 29 tahun2004 dinyatakan bahwa para Dokter lulusan pendidikan formal harus mengikuti Uji Kompetensi. Berarti dokter yang baru lulus. Bagi Dokter yang sudah > 5 tahun praktek dapat mengikuti Program Konversi agar dapat mempunyai Serfitikat utk memperoleh SIP.
Bagi Dokter yang tidak praktek ( Dosen dll alasan ) tidak perlu mengikuti Uji Kompetensi yang selanjutnya mendapat STR dan SIP utk buka praktek. Dosen yang S2 dan S3 utk mengajar calon Dokter ( S1 ) dianggap sudah pandai-pandai sehingga tidak perlu mengikuti Uji Kompetensi?
Sepertinya lulusan Dokter ( S1 ) belum layak untuk buka praktek. Mirip dengan lulusan pendidikan Notaris yang konon harus Magang dahulu selama 2 tahun pada Notaris yang sudah buka praktek Notaris. Mungkin Magang sama dengan Uji Kompetensi?
Undang Undangnya begitu ya mau apa lagi?
Mungkin tahun depan aturannya akan berubah lagi? Walahualam.
Sorry seharusnya To Albert.
BalasHapusSaya mohon ijin mencatut namanya Pak Dokter di BLOG saya. Mungkin akan saya lakukan untuk tulisan saya yang dimunculkan pada hari Senin, 8 Juni besok....
BalasHapusSilahkan mampir jika berkenan...
To PanDe Baik,
BalasHapusUntuk tujuan yang baik dan pemberian informasi kepada masayarakat, saya tidak berkeberatan.
Emang PanDe ingin menulis apa?
Adakah hubungannya dengan pembuatan thesis anda?
Salam sukses.
gak ada hubungannya dengan Thesis kok Dok. Bukan juga untuk pemberian informasi kepada masyarakat. Hanya mengungkapkan kekaguman saya. Tunggu saja. He...
BalasHapusTo PanDe Baik,
BalasHapusIya deh. Saya tunggu Posting di Bog anda. Makasih sudah berkunjung ke tampat saya.
dr Basuki selama ini dokter umum sebagai dokter pelayan primer sehingga pelayannya adalah menitik beratkan pada tindakan promotif dan preventif akan tetapi pada kenyataannya tindakan kuratif yang banyak dilakukan untuk itu dokter keluarga sekarang digalakkan lagi agar filosofi dokter kembali pada khitahnya pada dasarnya dokter keluarga bisa dilakukan oleh siapa saja akan tetapi sekarang dokter keluarga ditekankan pada dokter umum apakah karena dokter umum tidak punya kolegium yang sekarang ini dokter umum seperti anak yatim punya induk yaitu IDI tapi tidak punya Bapak tidak seperti dokter spesialis yang lengkap punya bapak &ibu. apakah dokter umum tidak ada pikiran untuk membuat kolegium sendiri sehingga dokter keluarga memang murni untuk yang betul2 dokter yang berkecimpung dalam tindakan promotif dan preventif jangan karena pelatihan paket A&B mengisi borang dan buku log sehinga dapat dikonversi menjadi 250 skp kemudian mengurus STR muncul banyak DK yang hanya untuk konversi saja tanpa melihat Filosofi dokter keluarga yang sesungguhnya dengan dokter praktek umum sehingga apa yang diharapkan oleh dokter keluarga tidak tercapai dimana tindakan promotif dan preventif akan diganti lagi dengan tindakan kuratif dan rehabilitatif untuk itu mari kita berpikir ulang apakah kita memang betul ingin menjadi dokter keluarga yang sesuai dengan visi dan misi sebagai dokter keluarga itu? Terimakasih kepada dr.Basuki Pramana salam kenal dr.untung
BalasHapusTo dr. Untung,
BalasHapusMakasih sudah berkunjung dan memberi tanggapan. Anda dokter yang pertama kali merespon artikel ini sejak saya posting beberapa bulan yang lalu.
Maaf dimana anda berdomisili? Apa spesialisasi anda?
Saat ini sudah terbentuk PDKI ( Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia ) yang mempunyai Sektretariat dengan beralamat di: Jl. Sam Ratulangi No. 29, Jakarta 10350, telp. 021-3908435, email: pdki2004@yahoo.com
Setelah kami mendapat pelatihan tsb, kami mendapat Kartu Tanda Anggota PDKI ( The Assosiation of Indonesian Family Physicians ) seukuran Kartu Nama/Kredit/ATM yang berlaku s/d bulan 02 tahun 2012. Para peserta yang sudah mendapat pelatihan tsb akan dilantik pada KONAS ( Kongres Nasional ) PDKI VIII dan PIT ( Pertemuan Ilmiah Tahunan ) 2009 di Bandung , tanggal 6-10 Agustus 2009, di G.H. Universal Hotel, Jl. Setiabudhi 376, Bandung 40143, website: www.ghuniversal.com
Menurut inormasi yang saya dapat dari Ketua PDKI Cabang Cirebon, setelah dilantik para Dokter Umum tsb berhak mencantumkan D.K. dibelakang namanya, misal dr. Ali Baba D.K. ( Dokter Keluarga ).
Sejak pratik umum sebenarnya pada dokter umum ini sudah melaksanakan tugasnya sebagai Dokter Keluarga yang meliputi tindakan preventiv, kuratif dan rehabilitatif sesuai kasusnya. Kalau saat ini lebih banyak tindakan kuratif yang dlakukan, karena memang kasusnya lebih banyak yang harus diobati. Tetapi tindakan preventif juga sudah dilakukan, misalnya pemberian Imunisasi bagi Bayi, Anak dan Dewasa, pemberian alat K.B., cek up kesehatan dll. Tindakan Rehabilitasi sederhana juga sudah dilakukan dan bila diperlukan dapat dirujuk ke dokter ahli rehabilitasi medis. Suatu hal yang dilakukan para dokter umum adalah kunjungan rumah ( mendapat penggilan ke rumah pasien, pasien yang meninggal dunia dll ). Hal ini saya lihat justru jarang dilakukan oleh para dokter spesialis apapun. Kunjungan rumah ini sudah menjabarkan konsep sebagai dokter keluarga yang diharapkan dapat dijadikan tempat berkonsulatsi kesehatan dalam keluarga-keluarga sekitar praktek dokter umum. Kedepan para dokter keluarga ini akan lebih banyak dipakai oleh para Asuransi Kesehatan, dari pada yang belum menjadi dokter keluarga.
Demikan informasi dari saya, semoga dapat bermanfaat bagi anda dan TS lain.
Salam Sejawat, dr.Basuki Pramana.
To. TS
BalasHapusAda informasi terbaru ga? Untuk dokter yang sudah praktek selama > 5 thn dan saat ini (2009) belum memiliki STR karena selama ini di struktural, untuk mendapatkan STR apakah harus mengikuti ujian kompetensi dengan junior atau ada cara lain? Thank's
dr.firman
TS Dr. Firman,
BalasHapusAnda bertugas dimana?
Sudah berapa tahun anda praktik dokter umum?
Bila anda dapat mengakses Internet dan anda cermat membaca artikel2 saya dan tanya jawab pada kolom Comment setiap artikel maka anda semestinya dapat mencari informasi lebih lanjut. Saya sudah membuka jalan bagi para TS dokter umum yang dapat mengakses Internet.
Saat ini sudah terbentuk PDKI ( Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia ) yang mempunyai Sektretariat dengan beralamat di: Jl. Sam Ratulangi No. 29, Jakarta 10350, telp. 021-3908435, email: pdki2004@yahoo.com
Anda dapat menguhubungi alamat diatas, PDKI cabang di kota anda bertugas, atau sekretariat IDI.
Salam.
Dok, mau tanya, kalau kasusnya seperti saya bagaimana ya? Saya lulusan 1999, bekerja 4 thn hingga 2004, lalu harus ikut menemani suami saya ke LN krn dia melanjutkan studi. Sekarang saya mau balik ke Indo, rencana ambil PPDS dan ternyata butuh STR juga.
BalasHapusJadi apakah saya masih perlu ikut uji kompetensi? Bagaimana caranya mendapatkan STR ini? Yang saya punya hanya surat penugasan dan kartu registrasi yang masa berlakunya sudah habis sejak 2004.
Tolong infonya ya dok, makasih sebelumnya...
agnes
To TS Dr. Agnes,
BalasHapusSaat ini sudah terbentuk PDKI ( Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia ) yang mempunyai Sektretariat dengan beralamat di: Jl. Sam Ratulangi No. 29, Jakarta 10350, telp. 021-3908435, email: pdki2004@yahoo.com
Untuk lebih jelasnya silahkan anda menghubungi alamat diatas.
Salam.
dok, bagaimana kira2 bagi dokter yang sudah punya str namun sipnya masih dalam tahap pengurusan seperti saya..apakah dengan str saja tetap bisa menjalani praktek?maksud saya sewaktu2 ada sidak dr dinkes setempat apakah boleh jika saya menjelaskan hal tersebut bahwa sip saya sedang diproses terimakasih.
BalasHapusdok,saya sdh ikut pelatihan DK dimanado thn 2010 tp blm ikut pelantikan,apakah ada info pelantikan thn 2011?blhkah sy ikut walau beda propinsi?
BalasHapusTo Diana,
BalasHapusKalau anda sudah dalam taraf penyelsaian SIP di Dinkes setempat, tentu mereka juga sudah tahu mana2 dokter yang sedang mengajukan SIP dan mana yang belum mengajukan ( o.k. STR nya belum di terima dari Konsil Kedokteran Indoneia, Jakarta ).
Kalau anda memiliki Fotokopi berkas surat pengajuannya maka anda dapat menunjukkan kepada Tim dari Dinkes setempat. Saya kira tidak ada masalah.
To Anonymous,
Sertifikat DK akan diberikan saat pelantikan. Yg belum mengikuti pelantikan mungkin bkumdianggap sah menjadi DK.
Utk pelantikan selanjutnya Anda dapat menghubungi Ketua PDKI setempat / Tingkat Propinsi daerah anda.
Ada TS kami yg pelatihannya di kota Cirebon ( Jabar ) kemudian mengikuti pelantikannya di kota Jakarta ( DKI Jakarta ) yg lain Propinsi, juga diperbolehkan.