Rabu, Juli 24, 2013

Meninggal dunia


Tanggal 22 Juli 2013 pukul 06.30 di kota Cirebon turun hujan cukup besar. Terdengar ada ketukan pintu praktik kami. Ternyata yang datang adalah Pak. I, 45 tahun, pasien isteri saya.

Ia berkata “Dok, tolong datang ke rumah famili saya.”

Saya menjawab “Siapa yang sakit?”

Saya dapat telepon dari Om saya, katanya tolong panggilkan dokter sebab Tante sakit.

“Baik, tunggu sebentar, saya ambil tas saya dahulu.”

Kami naik mobil Kijangnya. Sesampai di rumah Tantenya di sebuah Gang, saya segera memasuki kamar tidur pasien.

Saya bertanya kepada suaminya “Bagaimana ceritanya Om?”

Om ini berkata “Kemarin isteri saya bersin-bersin seperti yang mau kena Flu. Tadi pagi bangun tidur katanya badannya lemes, tidak dapat bangun. Dok, tolong periksakan isteri saya.”

Saya segera memeriksa Tante I, 68 tahun ini. Saat diajak bicara dan ditanya pasien tidak menjawab.
Tidak ada kontak. Tekanan darah dalam batas normal, Jantung dan Paru-paru juga dalam batas normal.

Saya menduga badan pasien lemes karena belum sarapan.

Saya berkata kepada suaminya “Om berikan Tante segelas air teh manis agar badannya tidak lemes.”

Saya membuat resep berupa tablet untuk menambah energi dan tablet Multivitamin.
Setelah itu kami mohon pamit.

----

Pukul 11.30 Pak I datang kembali ke rumah kami dan berkata “Dok, tolong Dokter datang ke rumah pasien yang tadi pagi. Bisa tidak, Dok?”

Saya menjawab “Emang ada apa?

Pak I menjawab saya katanya ia mendapat telepon dari Omnya, katanya Tante sudah tidak bernafas.

Kaget juga saya saat mendengar keterangan Pak I ini. Saya tidak menduga sama sekali akan kejadian ini.

Segeralah kami meluncur ke rumah Tantenya itu.

Saat diperiksa, pasien Ny. I, 68 tahun ini, Pupil midriasis ( melebar ) dan reflex pupil: Negatip.

Bunyi Jantung dan pernafasan: Negatip. Benar pasien sudah meninggal dunia.

Saya berkata kepada suaminya “Om, Tante sudah pergi. Saya turut berduka cita. Nanti akan saya buatkan Surat Keterangan Kematiannya”.

Saya segera menulis Surat Keterangan tersebut dan menyerahkannya kepada suami pasien ini.

Ah…kematian dapat datang kapan saja dan tidak ada seorangpun yang tahu kapan maut datang menjemput kita.

Keluarga ini mempunyai 2 orang anak yang saat ini semuanya berada di luar kota. Saya melihat Om ini tampak kebingungan karena ditinggal pergi oleh isteri tercintanya.-

Kamis, Juli 18, 2013

Terkecoh penampilan pasien



Tahun 1996 saya menjadi salah satu dokter anggota Tim Kesehatan Untuk Rekomnendasi Surat Ijin Praktek (SIP ). Diantara 5 anggota, 4 diantaranya adalah Dokter Ahli dari berbagai disiplin spesialisasi ( S2 ) dan hanya saya sendiri yang dokter umum ( S1 ). Tugas Tim ini adalah memeriksa dan membuat Surat Keterangan Sehat bagi para dokter yang akan melakukan praktek swasta ( praktek sore hari ) di kota Cirebon.

Sudah banyak Teman Sejawat yang datang ke tempat praktek saya untuk meminta S.K. Sehat tersebut. Pada umumnya mereka adalah dokter umum dan beberapa dokter spesialis. Sehubungan dengan tugas itu ada kejadian yang lucu dan sulit terlupakan oleh saya.

Kisahnya demikian:
Suatu sore terdengar ketukan pintu Ruang Periksa saya. Setelah pintu saya buka, saya melihat seorang laki-laki, tinggi badan 150-155 cm, umur sekitar 40-45 tahun dan berpakaian cukup rapih. Ia tersenyum kepada saya dan saya memepersilahkannya masuk ke Ruang Periksa. Dari penampilannya itu saya menyangka ia adalah seorang pasien yang ingin berobat.

Setelah duduk berhadapan saya bertanya “Anda tampaknya tidak sakit, apakah anda ingin berobat?”

Tamu saya menjawab “Tidak, dok” sambil tersenyum.

“Ada keperluan apa kiranya ?”

“Saya Dokter Ahli Paru, ingin membuat Surat Keterangan Sehat untuk mendapatkan SIP saya” sambil menyerahkan Kartu Namanya.

Glek, saya tertegun.

“ Wah maaf, saya kira anda mau berobat. Maaf deh, habis saya belum kenal dengan anda.”

Malu juga saya menghadapinya, tapi bagaimana lagi kalau memang belum kenal. Dari penampilannya yang imut-imut, saya tidak menyangka bahwa laki-laki yang berhadapan dengan saya adalah seorang Dokter Ahli.

Akhirnya kami saling memperkenalkan diri lebih lanjut. Ternyata tamu saya ini adalah Dokter Ahli yang semula bekerja di salah satu Rumah Sakit di kota Jakarta. Saat ini ia bekerja di RSUD Gunung Jati. Singkat cerita urusan S.K. Sehat selesai dan beliau pamit dari tempat saya.

Masih sering saya bertemu dengannya di acara Seminar atau Simposium tentang Penyakit atau Obat yang sering dilakukan oleh IDI Cabang Kota Cirebon. Bila bertemu dengannya saya teringat kejadian saat beliau minta S.K. Sehat dari saya.

Semoga banyak pasiennya, Dok.-

Rabu, Juli 17, 2013

K o m a



Saya pernah mempunyai seorang pasien, Pak A, 56 tahun, seorang tukang listrik yang mengalami penurunan kesadaran ( Koma ) pada tahun 1999-2001 sebanyak 3 kali dengan selang waktu sekitar 6 bulan.

Sebagai penderita Tekanan Darah Tinggi, ia tidak berobat secara teratur. Ia mempunyai tekanan darah antara 160/90 – 210/100 mmHg. Ia akan merasa tidak enak badan dan sakit kepala bila ia mempunyai masalah keluarga atau pekerjaan. Bila diukur tekanan darahnya menunjukkan 210/100 mmHg.

Akhir 1999 pertama kali ia mengalami penurunan kesadaran, saya sebagai dokter langganannya diminta oleh istrinya untuk datang ke rumah mereka. Ia berkata bahwa suaminya tidak bangun-bangun sejak 2 jam yang lalu.

Saya mendapatkan tensi 210/100 mmHg, ia tampak tertidur dan sama sekali tidak memberi reaksi apapun ketika saya mencubit kulit tangannya. Refleks Pupil mata menunjukkan hasil yang Negatip. Hal ini menyatakan bahwa pasien sedang dalam keadaan penurunan kesadaran yang dalam ( Koma ). Isterinya menolak ketika saya menganjurkan agar suaminya dibawa ke Rumah Sakit.

Sambil menunggu pulihnya kesadaran pasien ini saya mempijit-mijit ibu jari kaki kirinya selama sekitar 5 menit. Setelah itu saya menunggu di ruang tamu yang bersebelahan dengan kamar tidur pasien. Tak lama kemudian pasien ini sadar dan anak perempuan yang menungguinya menangis, mungkin karena gembira ayahnya sadar kembali.

Saya menganjurkan agar ayahnya diberi minum air teh manis. Ia minum 2 teguk air teh tersebut.

Ia bertanya kepada saya ”Kok dokter ada dirumah saya?”

Saya menjawab “Iya Pak, saya kebetulan lewat rumah Bapak dan saya mampir kesini.”

Setelah saya yakin bahwa Pak A sadar betul, saya bertanya kepadanya “Tadi Bapak pergi kemana, kok lama sekali?”

Pak A menjawab “Saya cape sekali. Saya telah pergi jauh. Saya melewati suatu lorong yang panjang dan diujung lorong saya melihat cahaya yang terang sekali. Saya tidak dapat mendekati cahaya itu.”

Saya terkejut sekali mendengar jawabannya itu.
Kalau seseorang sudah masuk ke suatu terowongan yang panjang dan di ujungnya ada cahaya terang berarti ia sedang menuju ke ajalnya. Saya pernah membaca 2 buku tentang pengalaman seseorang yang pernah mengalami mati dan hidup kembali ( mati suri ?) dan menceritakan hal yang sama.

Pak A ini mengalami hal tersebut sebanyak 3 kali yang saya tahu.
Pada kejadian ke 2 dan ke 3 ketika saya dipanggil keluarga Pak A saya tak dapat berbuat banyak. Kami hanya menunggu semoga Pak A sadar kembali.

Akhirnya Pak A memang sadar kembali, tanpa cacad dan sampai saat ini ia masih bekerja di suatu perusahaan swasta dikota Cirebon. Ia penderita Tekanan Darah Tinggi. Orangnya baik tetapi ia mempunyai masalah keluarga, terutama anak sulungnya yang sering meminta banyak uang kepada ayahnya, meskipun ia sudah berkeluarga, tetapi tidak bekerja.

Pak A adalah seorang laki-laki yang menakjubkan. Ia pernah mengalami koma sebanyak 3 kali. Believe it or not.


Selasa, Juli 16, 2013

Alergi Antalgin


Keadaan alergi tidak diinginkan oleh banyak orang, tetapi keadaan yang bersifat bawaan lahir ini sering terjadi di masyarakat. Alergi yang merupakan manifestasi dari keadaan tidak tahannya seseorang terhadap sesuatu yang menimbulkan gejala-gejala berupa : gatal, kaligata/biduran, sesak nafas dan bahkan anafilaktik shok serta kematian. Sesuatu itu dapat berupa: makanan, minuman, kosmetik, obat, perubahan hawa, tepung sari dan lain-lain.

Suatu malam pada tahun 1990, rumah kami didatangi oleh sepasang suami-isteri yang ingin berobat. Waktu menunjukkan pukul 21.30 malam, setelah mempersilahkan pasien yaitu sang suami dengan umur sekitar 35 tahun berbaring di bed periksa, saya mewawancarai isterinya ( melakukan heteroanamnesa dari isterinya ) keluhan, riwayat penyakit dsb.

Sang Isteri mengatakan bahwa sang suami yang alergi tablet Antalgin, pada pukul 19.30 minum obat Antalgin ( yang dibeli di warung ) karena ia merasa pusing kepala. Oleh isterinya dilarang minum Antalgin tetapi karena saat itu sudah malam dan mereka tidak mempunyai obat pusing yang lain, terpaksalah Antalgin itu yang diminum sang suami.

Saya memeriksa keadaan suaminya itu: tekanan darah 100/60mmHg ( cukup rendah dari keadaan normal, gejala awal shok ), kesadaran menurun, kontak inadekwat, badan terasa dingin, tidak ada sesak nafas. Secepatnya saya mengatakan kepada sang isteri bahwa keadaan suaminya cukup parah dan sebaiknya segera dibawa ke Rumah Sakit ( ada 1 Rumah Sakit yang jaraknya hanya 100 meter dari rumah saya ).

Perkiraan saya dengan naik Jip yang dikendarai supir mereka dalam waktu cepat ( 2 menit ?) pasti sudah sampai di Bagian Gawat Darurat. Saya menuliskan Surat Rujukan ke RS tadi dan menyerahkannya kepada sang isteri. Tanpa mengharap jasa pelayanan, saya membukakan pintu ruang praktek agar mereka segera ke RS. Dengan dibantu isterinya pasien saya ini keluar dan ketika tiba di teras rumah, pasien ini muntah-muntah mengeluarkan banyak is lambung yaitu berupa nasi ( tanda shok lain muncul lagi ). Setelah mereka meninggalkan rumah saya, saya masih harus membersihkan lantai akibat muntahan pasien tadi ( sang pembantu rumah tangga sudah tertidur ).

Saya mengharapkan agar pasien saya ini mendapat pelayanan RS dan terhindar dari keadaan yang lebih buruk lagi. Keesokan hari pada pukul 06.00 pagi saya menghubungi RS dekat rumah saya untuk menanyakan adakah pasien saya tadi malam masuk RS dan bagaimana keadaannya sekarang? Sungguh terkejut saya mendapat jawaban bahwa tidak ada pasien dengan nama pasien tadi. Saya menghubungi semua RS yang ada di kota saya dan jawabannya sama dengan RS yang pertama. Saya bingung kemana pasien semalam dibawa? Pulang ke rumah ?

3 hari kemudian saya mendapat kunjungan seorang ibu yang ternyata isteri dari pasien saya ini yang ingin memeriksakan anaknya untuk berobat. Saya mendapat informasi tentang suaminya bahwa malam hari sepulang dari tempat praktek saya sang suami menolak masuk RS dan minta pulang kerumah saja.

Sampai dirumah sang suami tertidur dan terbangun keesokan harinya dengan keadaan sehat. Puji Tuhan, pasien ini tidak mengalami shok yang dapat membahayakan jiwanya. Beruntung sekali pasien ini yang sudah mengetahui bahwa ia alergi Antalgin, masih saja minum Antalgin dan ia sudah merasakan akibatnya. Semoga ia tidak berani lagi minum tablet Antalgin. Semoga.

Senin, Juli 15, 2013

Dokter dikerjain Napi?



Kisah ini terjadi pada pertengahan tahun 1999 ketika saya masih bekerja di Lapas I ( Lembaga Pemasyarakatan Kelas I ) Cirebon. Napi ( narapidana ) Udin ( bukan nama sebenarnya ), 25 tahun, dirawat diruang perawatan karena sakit maag yang khronis. Profil tubuhnya kurus akibat gangguan pencernaan yang menahun.

Napi Udin menempati kamar bersama napi Alimin ( bukan nama sebenarnya ), 30 tahun. Alimin dipidana mati karena tersangkut perkasa Narkotik. Alimin masih menunggu kapan dilakukan eksekusi hukumannya. Allimin pasrah akan nasibnya. Sehari-hari Alimin banyak menolong napi-napi yang menderita sakit. Ia turut membantu mengawasi dan memberi obat kepada napi yang sakit.

Suatu hari ada laporan bahwa mata napi Udin mengeluarkan darah. Laporan tersebut sudah terjadi sebanyak 2 kali. Hasil pemeriksaan fisik terhadap tubuh Udin tidak menunjukkan kelainan pada daerah sekitar kedua matanya. Saya hanya menemukan sisa bekuan darah yang merupakan garis lurus dari mata kiri Udin sampai ke daerah pipi kiri. Oleh karena saya menganggap keadaan Udin tidak mengkhawatirkan, saya hanya memberikan Kalk tablet untuk mempercepat proses pembekuan darahnya.

Saya belum pernah menemui pasien dengan gejala seperti napi Udin. Apa istilah Medisnya? Saya sampai saat ini belum menemukannya. Untuk menindak lanjuti gejala ini, saya mengusulkan kepada Kepala Lapas I Cirebon, agar napi Udin dilakukan pemeriksaan Darah di Laboratorium Klinik. Beliau menyetujuinya.

Petugas Lab. Klinik yang dipanggil datang untuk mengambil spicement darah Udin. Ternyata hasilnya normal. Saya mempunyai firasat jangan-jangan darah yang keluar dari mata Udin ini adalah tidak benar alias hasil rekayasa Udin sendiri.

2 hari kemudian kondisi napi Udin memburuk, tidak mau makan dan badannya lemas. Melihat kondisi Udin yang memburuk ini, Udin dirawat di Rumah Sakit Umum Gunung Jati, Cirebon. Kaki Udin dirantai ke tiang besi tempat tidur Rumah Sakit dan dipasang kunci gembok. Selama 24 jam secara bergantian napi Udin diawasi oleh petugas keamanan dari Lapas. Tindakan pengamanan ini dilakukan untuk mencegah kaburnya napi yang dirawat di Rumah Sakit.

Setelah napi Udin dirawat di R.S.U, napi Alimin mendekati saya dan melapor dengan bisik-bisik bahwa mata Udin sebenarnya tidak apa-apa. Saya tertegun.

Saya bertanya kepada Alimin, “Min, mengapa bisa ada darah keluar dari mata Udin?”
Alimin menjawab “Ia menggigit ujung jari tangannya sehungga berdarah dan darahnya itu ditempelkan kebawah mata kirinya sehingga seolah-olah mata kirinya mengeluarkan darah.”

“Bagaimana kamu tau, Min” saya mendesak.

Alimin menjawab, “Kebetulan suatu saat saya mengintip kelakukan Udin karena saya 1 kamar dengannya.”

“Min, mengapa kamu baru melapor sekarang?, saya meradang ( kesal karena dikerjaiin napi ).

Alimin menjawab, “Saya takut melaporkan hal ini, Dok.”

“Takut apa, Min “ saya bertanya.
Alimin tidak menjawab.

Mungkin takut akan diganggu oleh teman-teman si Udin yang statusnya sebagai napi juga. Firasat saya benar, darah yang keluar dari mata Udin adalah hasil rekayasa napi Udin sendiri. Ia berbuat demikian agar dianggap sakit berat. Napi yang sakit berat biasanya akan dirawat di Rumah Sakit Umum. Dalam perjalanan dari Lapas ke RSU dan selama napi dirawat terdapat peluang untuk melarikan diri/kabur.

Nah peluang ini yang dicoba oleh napi Udin. Udin kecele karena pengawalan yang ketat ia gagal kabur.

Sekembalinya dari perawatan di RSU, napi Udin saya gertak, “Din, rahasiamu sudah terbongkar. Mata kirimu tidak apa-apa, hanya pikiranmu yang sakit. Awas kau bila macam-macam lagi.”
Udin menunduk ketakutan. Sejak saat itu tidak ada lagi laporan bahwa mata napi mengeluarkan darah.

Kalau kita, petugas Lapas tidak waspada, kita pasti kena kibul alias kecolongan. Kadang-kadang kita mesti memanfaatkan Indera ke 6 atau perasaan hati kecil kita.

Pengalaman bertambah satu lagi ketika saya bekerja di Lapas I Cirebon ini. Bye.


Minggu, Juli 14, 2013

Ingin hidup 100 tahun?



Kalau kita menghadiri perayaan hari ulang tahun seseorang atau memberi ucapan selamat, sering kita melihat tulisan atau menuliskan perkataan “Selamat ulang tahun dan semoga panjang umur”. Hampir semua orang menghendaki panjang umurnya, tetapi apalah artinya panjang umur, bila dalam keadaan lanjut usia ia menderita penyakit. Jangankan melayani orang lain ( suami/isteri ), melayani diri sendiri saja sudah tidak bisa dan harus dibantu oleh orang lain. Mungkin ucapan selamat tadi lebih baik bila diganti dengan ucapan “Selamat Ulang Tahun“ dan “Semoga awet muda“.

Seorang pengusaha dan Direktur perusahaan jamu terkenal di Jawa Tengah di dalam sebuah artikel sebuah majalah pernah menyatakan dalam wawancara dengan seorang wartawan bahwa kalau bisa ia ingin mati muda. Sang wartawan terkejut, bagaimana mungkin seorang yang begitu sukses mempunyai keinginan yang lain dari orang lain dan ingin mati muda saja. Sang Direktur menjawab, “Bila mati muda kan tidak mengalami penderitaan bertahun-tahun karena menderita sakit di hari tuanya dan saya tidak ingin mengalaminya.”

Kami pernah menemui contoh kasus seorang yang ingin berumur panjang dan bahkan ingin hidup sampai umur 100 tahun. Ingin mengetahui ceritanya. Inilah kisahnya.

Suatu hari kira-kira 15 tahun yang lalu isteri saya yang juga seorang dokter umum mendapat pangilan berulang-ulang kali dari seorang nenek yang berumur 99 tahun dengan sakit usia lanjut.

Penderita sudah lama hanya berbaring di tempat tidurnya. Makan sedikit sedikit dengan cara disuapi oleh anaknya. B.a.k. ( buang air kecil ) dan b.a.b ( buang air besar ) diatas tempat tidur. Kadang-kadang demam, sedikit batuk dll keluhan diusia lanjutnya.

Beberapa kali saya ikut mengantar isteri saya bila mereka memanggil dokter dan ikut melihat pasien tadi. Kami pernah menyarankan agar dirawat di Rumah Sakit saja agar perawatannya dapat lebih intensif, tetapi hal ini ditolak oleh keluarganya.

Suatu saat ia mengalami krisis, demam tinggi dan tidak mau menelan minuman ataupun makanan cair selama 2 hari. Semua sanak saudaranya dipanggil datang dan bahkan anaknya yang tinggal di Hongkong juga sudah datang. Maklum mereka keluarga yang terpandang di kota kami.

Anaknya memohon kepada kami agar dapat menyembuhkan sakitnya. Meskipun kami menyarankan agar dirawat oleh T.S. spesialis/ahli penyakit dalam, mereka menolak dan minta agar kami saja yang merawat ibu mereka. Mereka begitu ngotot agar ibunya segera sembuh. Hal ini bisa dimaklumi, siapa yang tega ibunya sakit berat?

Ketika anaknya datang dari Hongkong eh… sang pasien mendadak mau makan, sadar, bisa bicara dengan sanak keluarganya. Karena dianggap kondisi kesehatan ibunya membaik, sang anak kembali pulang ke Hongkong.

2 hari kemudian kami dipanggil lagi karena kondisi pasien merosot lagi dan bahkan lebih parah. Kami rasanya tak sanggup lagi untuk mempertahankan keadaan yang sudah lemah.

Saya pernah berbisik kepada salah satu anak yang merawatnya ( serumah ) bahwa bila Tuhan memanggil ibunya maka relakan saja, karena kami kasihan melihat ibunya hidup dalam keadaan yang makin mengkhawatirkan, toh usianya sudah lanjut. Kami mendapat jawaban yang menolak pernyataan saya dan sekali lagi memohon agar kami dapat merawatnya selama mungkin. Glek….. saya terhenyak.

Saya tak dapat menjawab pertanyaan saya sendiri: untuk apa lagi ia hidup menderita dan juga membuat semua sanak keluarganya siang malam ikut menderita dengan menunggui ibu mereka siang malam?

Saya pada suatu hari kunjungan sempat mengeluarkan isi hati saya bahwa kalau mereka selalu ingin agar ibunya sehat kembali ( meskipun mereka juga tahu keadaan ibunya yang sudah payah karena usia lanjut ) dan menolak suatu saat Tuhan memanggil ibunya maka berarti anda sudah melawan takdir. Dan itu tidak baik karena tidak merelakan ibunya pergi dan ibunya juga sulit pergi karena dihalangi oleh anaknya. Mereka terdiam.

2 hari kemudian kami mendapat berita bahwa pasien kami ini meninggal dunia dan jenasahnya tetap berada di rumah mereka dan tidak dibawa ke rumah duka. Kami pergi melayat kerumah mereka. Saya berbicara dengan anaknya dan ia mengeluarkan isi hatinya. Anda ingin tahu apa yang disampaikannya? Inilah “rahasianya”:

Ibunya pernah menyatakan bahwa ia ingin berumur sampai 100 tahun yang berarti kira2 1 bulan lagi sejak ia meninggal dunia dan ia ingin meninggal dunia di rumah sendiri. Ya Tuhan….. saya membatin. Saya belum pernah selama menjadi dokter menemui kasus seperti ini yang ngotot ingin hidup terus sampai 100 tahun ( kalau di sajak Chairil Anwar sih memang ada tertulis “ Aku ingin hidup 1000 tahun lagi” ). Tetapi apa bisa?

Anaknya juga memohon maaf kepada kami karena “keras kepalanya” sehingga ia selalu memanggil kami bila kesehatan ibunya menurun sedikit saja sudah memanggil dokter at any time. Memang repot sih menghadapi orang yang demikian. Tapi mau apa lagi? Setelah kami mengetahui “rahasia” ini, maka terjawab sudah pertanyaan saya di atas tadi.

Anda ingin hidup sampai 100 tahun ? Hanya kita masing-masing yang dapat menjawabnya.-


Sabtu, Juli 13, 2013

Dokter sakit kepala



Keluhan sakit kepala,pusing merupakan gejala yang paling banyak dikeluhkan oleh pasien. Pasien sering bertanya,”Sakit apa saya ini, Dok?”

Sakit kepala merupakan gejala dari suatu penyakit. Gejala sakit kepala ini dapat disebabkan oleh banyak kelainan antara lain di:
1.Daerah kepala: akibat benturan kepala, tumor otak dsb.
2.Daerah Hidung: Sinusitis dsb.
3.Daerah saluran nafas: Flu berat dll.
4.Penyakit Infeksi: Typhus dsb.
5.Gangguan pembuluh darah: Migraine dsb.
6.Stress berat.
7.Kedinginan.
8.Dll.

Nah penyebab yang terakhir ini yaitu kedinginanlah yang merupakan penyebab saya selama 1 minggu menderita.

Kisah ini terjadi 18 tahun yang lalu. Dengan membaiknya rejeki, maka keluarga kami dapat mengganti mobil kami yang tidak ber AC dengan mobil yang ber AC. Kami selalu memanfaatkan AC alam yaitu udara luar/angin, bila naik mobil.

Selama 1 minggu saya menderita sakit kepala. Saya selalu menghidupkan AC mobil agar udara terasa sejuk di dalam mobil. Bila saya naik mobil dari rumah ke Puskesmas yang berjarak sekitar 5 Km. Sakit kepala saya ini terjadi selama saya berada dalam mobil.

Sakit kepala akan hilang secara bertahap setelah saya berada di luar mobil. Saya tidak minum obat penghilang sakit kepala. Saya bertanya-tanya dalam hati, “ Apa penyebab sakit kepala ini?”

Akhirnya saya menemukan penyebabnya yaitu akibat dinginnya udara akibat AC mobil. Kesimpulan ini berdasar analisa dan percobaan:

1.Sakit kepala hanya terjadi bila saya berada dalam udara dingin ( AC).
2.Sakit kepala hilang bila saya berada di dalam ruangan bersuhu sekitarnya ( 29-31 derajat Celsius ).
3.Bila AC mobil dimatikan dan pakai AC alam ( jendela terbuka ), sakit kepala tidak ada.

Setelah tubuh saya beradaptasi dengan AC, sekarang malah terbalik keadaannya. Bila AC mobil off, sakit kepala saya timbul dan badan berkeringat karena kepanasan.

----

Pernah ada kejadian yang menggelikan tentang AC mobil ini. Suatu saat saya dan seorang staf Puskesmas pergi dari Cirebon ke Bandung berkendaraan mobil saya dan AC di on kan. Dalam perjalanan tidak ada masalah. Staf saya tenang-tenang saja.

Keesokan harinya ia ditanya oleh staf yang lain,” Bagaimana rasanya naik mobil ke Bandung bersama dokter?”
Ia menjawab, “Wah enak. Mobil melaju mulus, tapi itu lho.”

“Lho kok ada tetapinya. Apa sih.” yang lain nimbrung.

Ia menjawab,”Saya merasa kedinginan. Habis AC mobil dokter dingin sekali.” ( pantesan dalam perjalanan ia diam saja ).

Saya yang saat itu berada di ruangan sebelah merasa geli dan kasihan kepadanya. Mengapa ia tidak mengatakan kepada saya bahwa AC nya terlalu dingin atau minta di off kan saja. Kasihan ia merasa tidak nyaman sedangkan saya biasa-biasa saja karena sudah terbiasa dengan AC ini. Rupanya ia belum terbiasa dengan udara dingin karena AC ( sama dengan saya pada awal cerita ini ).

----

Kasus lain yang serupa adalah:

Suatu sore datang seorang pasien, ibu untuk berobat. Ia menderita demam sejak 2 hari yang lalu. Setelah duduk, ibu ini berkata “Aduh dingin sekali dok. Saya tidak tahan.Tolonglah AC nya di matikan saja.” ( wah nanti saya yang kepanasan ) Nah….lho.

Saya memahami keadaan ibu yang demam ini. Saya tekan tombol “Sleep mode” sambil berkata “Ibu, AC nya sudah saya matikan.” (padahal hanya mengontrol timernya saja. Kalau benar-benar di off kan maka saya akan kepanasan, karena ventilasi sudah ditutup karena AC di on kan.

Bagi mereka yang mempunyai kamar tidur yang ber AC, sebaiknya anda menekan tombol “Sleep mode” sebelum tidur atau menekan tombol timer untuk AC on selama beberapa jam saja dan akan off secara otomatis agar anda tidak kedinginan saat tidur.

Suhu yang ideal ketika tidur sekitar 23-25 derajat Celsius ( tergantung kebiasaan seseorang ). Dengan suhu 20 derajat Celsius saja kita sudah merasa dingin, bagaimana kalau kita berada di daerah Kutub Utara yang bersuhu udara minus dibawah nol ( beku ). Kita kalah dong dengan Beruang Kutub dan Ikan Hiu Botol.-

Jumat, Juli 12, 2013

Dokter murah



Dokter murah bukan berarti dokter murahan. Pengalaman ini pernah saya alami ketika pada tahun 1998, saya dapat giliran jaga kota Cirebon dimana setiap 3 bulan satu kali kena giliran jaga kota. Tempat praktek swasta pribadi menjadi tempat Dokter Jaga Kota.

Pagi hari sekitar pukul 11.00 datanglah seorang laki-laki berumur sekitar 35 tahun dengan maksud untuk berobat. Pasien ini berasal dari Jakarta dan ketika berada di Cirebon ia merasa kesehatannya terganggu. Ia menderita Flu, setelah saya periksa saya menyerahkan resep obat kepadanya.

Pasien ini bertanya “ Berapa Dokter?’.

Saya menjawab “ Lima ribu rupiah untuk biaya pemeriksaan”.

Pasien saya ini agak terkejut dan ia bertanya lagi” Berapa Dokter?”.

Saya menjawab “Lima ribu rupiah”.

Pasien ini berkata lagi “ Kok murah sekali. Kalau dikota Jakarta saya biasa membayar lima belas ribu rupiah” .

Saya menjawab “ Kalau di Cirebon seorang dokter umum memungut lima belas ribu ya terlampau mahal dan pasti tidak laku. Dokter spesialis ( waktu itu) saja dua puluh ribu rupiah, tetapi kalau Bapak mau membayar lima belas ribu ya saya terima.” ( sambil tersenyum, guyon ).

“ Wah.. ya saya bayar lima ribu rupiah saja seperti yang dokter mauin “

Rupanya pasien saya ini termasuk orang yang kikir sehingga merasa rugi bila ia membayar lebih, padahal saat itu adalah hari Minggu dimana sulit mencari dokter yang praktek dan ia saat itu sudah ditolong oleh dokter jaga kota.

“Semoga lekas sembuh, Pak” kata saya sambil membukakan pintu.

----

Pengalaman lainnya juga cukup menggelikan. Seorang ibu pasien langganan saya suatu saat pada tahun yang sama datang berobat. Sakit kulitnya kambuh lagi.

Sambil menerima resep dari saya ia bertanya “ Berapa Dokter?”

Saya jawab “ Lima ribu rupiah.”

Ibu ini pura-pura terkejut dan berkata “ Kok naik Dok, dulu cuma tiga ribu rupiah”

Rupanya ia mau nawar biaya pemeriksaan.

Saya menjawab, “ Ya dulu dulu sih cuma dua rupiah dan naik jadi tiga ribu rupiah. Ibu sudah lama tidak kontrol dan sekarang lima ribu rupiah.”

Ibu tersebut menggumam “ Ya sekarang apa-apa pada naik. Tidak ada yang turun ya Dok.”

Saya menjawab sambil guyon “ Ada Bu.”

“Apa itu Dok”

Saya jawab “ Celana dalam turun, bila mau disuntik “

“ Ah Dokter, ada-ada saja “

Padahal betul kan? Mana ada celana dalam yang naik bila mau disuntik. Ha..ha...ha..

Kadang kala disaat praktek Dokter harus dapat membuat pasien tertawa agar berkurang penderitaaanya. Tertawa itu sehat, karena itu tertawalah sebelum tertawa itu dilarang. Tertawa itu juga dapat mengurangi Stres.-

Mesin Penjawab Telepon



Demi tidak mengecewakan penelepon, pesawat telepon kami dilengkapi dengan mesin penjawab telepon ( answering machine ). Rupanya orang-orang di kota kami belum terbiasa dengan mesin penjawab telepon.

Dengan terpasangnya alat tadi bukannya menjadi lebih nyaman bila menghubungi pesawat telpon kami, tetapi sebaliknya bahkan menjadi lebih kacau. Tujuan untuk mempermudah menghubungi kami tetapi tetap saja kami sulit mengubungi kembali si penelepon.

Semula alat tersebut dipasang agar:

1.Bila kami sedang tidak berada di rumah atau sedang enggan menerima telepon, maka si penelepon dapat meninggalkan pesan, nama dan nomer penelpon agar kami dapat menghubungi kembali secepatnya.

2.Bila si penelepon mengucapkan pesannya, kami dapat mengenali suara sipenelepon, sehingga kami segera dapat mengangkat pesawat telepon.

3.Pasien dapat mendaftar sebelum berobat pada sore hari.

Pengalaman saya selama ini memang benar menunjukkan bahwa masyarakat belum terbiasa menghadapi mesin penjawab telepon. Mesin tadi berisi rekaman suara saya, “ Disini nomer 123456, sebutkan nama, pesan dan nomer telepon anda.” Rekaman suara tadi di ucapkan lambat agar dapat didengar dengan cermat.

Anda dapat menyimak pesan-pesan dari si penelepon:

1.“Nama saya Untung, Dokter harap datang ke rumah saya karena anak saya sakit.” ( tidak ada alamat, tidak ada nomer telepon, lalu saya harus datang kemana? ).

2.“Dokter saya mau daftar untuk berobat.” ( tidak disebutkan namanya, alamatnya, nomer teleponnya & kapan mau berobatnya, lalu apanya yang di daftarkan?.
)
3.“…………”, tanpa ada suara sedikit pun, lalu rekaman suara saya rupanya tidak diperhatikan sehingga si penelepon terbengong-bengong, kok tidak ada yang menyahut lagi. Kasus in adalah yang paling banyak terjadi. Kalau saya bertemu beberapa waktu kemudian maka mereka mengomel bahwa ketika mereka menghubungi kami, hanya disambut oleh suara rekaman saya saja. Lho kami juga kan manusia yang bisa pergi kemana saja semau kami dan kapan saja. Kok repot-repot ngurusin telepon sih. Kalau memang benar perlu sekali kan dapat meninggalkan pesan. Sarananya sudah tersedia silahkan dimanfaatkan, dari pada telepon tidak diangkat-angkat karena memang tidak ada orang di rumah.

4.Terdengar rekaman “Wah tidak ada orangnya“ ( maksudnya kok bicara tidak nyambung dengan si tuan rumah ), lalu hubungan telepon di putuskan.

Terpasangnya mesin penjawab telepon ini sudah banyak di kota-kota besar dan di kantor-kantor. Pernah suatu kali menghubungi suatu kantor di Jakarta. Deringan telepon saya disambut dengan rekaman suara dari seberang sama, lalu saya meninggalkan nama, nomer telepon dan tujuan saya menelepon. Ternyata rupanya saya menelpon hari Sabtu dimana kantor tersebut tutup.

Meskipun kantor tutup, saya mendapat telepon dari kantor tersebut pada hari Senin, 2 hari kemudian dan saya mendapatkan informasi yang saya tinggalkan dalam pesan saya pada mesin penjawab telepon kantor tersebut.

Nah inikan bagus. Komunikasi satu arah ini dapat memberikan hasil juga. Itulah mesin penjawab telepon yang dimanfaatkan dengan benar.



Kamis, Juli 11, 2013

Dokter mengeluarkan uang dulu



Kisah ini adalah lanjutan dari kisah “Dokter melompati pagar”.

Setelah Napi Udin dibawa ke RSU untuk dirawat inap, perawat jaga menyodorkan resep berupa cairan infus, slang infus dan antibiotika suntikan yang semuanya berjumlah Rp. 39.000,- Karena petugas Lapas tidak membawa bekal uang, maka demi kelancaran prosedur perawatan saya nombokin dulu uang tadi. Ah… masa bodoh lah, yang penting ia masuk RSU dulu. Soal duit besok lusa saya akan minta penggantian dari Bagian Keuangan Lapas.

Finally si Udin ini dirawat selama beberapa hari di RSU dan sembuh. Saya bersyukur bahwa saya sudah melakukan tugas dengan baik dan Napi sehat kembali.

Saya telah menjalankan amanat dari Kepala Lapas, bahwa “Jangan ada Napi yang meninggal dunia di dalam Lapas I Cirebon.” Bila ini terjadi maka kami akan repot menghadapi pertanyaan: Kanwil Kehakiman Jabar, Departemen Kehakiman Pusat/Jakarta dan pihak keluarga Napi yang mungkin tidak mau menerima kenyataan bahwa Napi tsb telah meninggal dunia karena penyakitnya.

Pihak keluarga mengira ia meninggal dunia akibat penganiayaan petugas Lapas. Bila ada Napi yang sakit apalagi sakit berat, maka pihak Keluarga segera diberitahu dan diminta agar segera hadir di Lapas untuk melihatnya sendiri dan untuk keperluan meminta bantuan dana dari keluarga bila diperlukan untuk perawatan di RSU ( obat-obatan ) yang tidak semuanya gratis.

Wah…. kejadian malam itu benar-benar pengalaman yang sulit terlupakan. Sudah melompati pagar Lapas, nombokin ( keluar uang ) lagi. Ya sudah mau apalagi. Kejadian itu berlangsung begitu cepat, tanpa ada scenario dari sutradara.


Dokter melompati pagar



Suatu malam pada tahun akhir 1998 sekitar jam 23.00 telepon dirumah kami berdering. Ada laporan dari Lapas Cirebon yang mengabarkan bahwa ada seorang Napi yang menderita sakit perut.

Keluhan didaerah perut ini cukup kompleks. Dengan mengendari Kijang Pusling Puskesmas isteri saya, saya berangkat ke Lapas. Setibanya di depan Lapas Kelas I Cirebon, saya bingung karena kedua pintu halaman terkunci dengan gembok.

Saya lupa membawa Handphone untuk menelepon petugas jaga malam. Saya pikir, bagaimana saya bisa masuk bila semua pintu terkunci. Akhirnya saya nekat untuk melompati pagar besi yang setinggi 1 ½ meter. Setelah tengok kiri dan kanan ternyata saat itu sudah sepi ( tidak tampak seorangpun ) karena sudah larut malam, saya masuk ke halaman Lapas lewat udara alias melompati pagar.

Saya mengetuk pintu kayu untuk dapat masuk ke bagian Portir depan. Setelah pintu dibukakan oleh petugas yang bertugas malam itu, saya bertanya, “ Kenapa kedua pintu besi sudah tergembok, sehingga saya tidak bisa masuk ke halaman?”

Petugas tadi menjawab, “Karena sudah lewat jam 22.00 maka semuanya digembok, Dok”

Saya meradang lagi, “Saya mendapat laporan per telepon ada Napi yang sakit dan saya segera datang, tetapi kenapa Bagian Keamanan tidak berkoordinasi dengan bagian Portir Depan untuk membukakan pintu bagi dokter yang akan datang?”

Eh… bukannya mengakui kesalahannya, ia malah berkata,”Sebenarnya dokter bisa masuk lewat pintu gerbang di belakang.” ( konyol…..dokter dipingpong ke pintu belakang, padahal saat itu keadaannya cukup gawat karena ada Napi yang sakit ).

Saya menjawab lagi “Dokter tidak pernah lewat pintu belakang, saya lebih enak masuk dan keluar dari pintu depan Lapas.” Memang ada 1 pintu gerbang lagi untuk masuk Lapas yaitu dekat perumahan karyawan Lapas. Tetapi saya tidak terpikir untuk masuk lewat pintu itu, lebih enak lewat pintu depan persis dipinggir jalan raya Kesambi, Cirebon.

Seumur hidup menjadi dokter baru kali itulah saya melompati pagar kantor tempat bertugas. Untung saat itu sudah larut malam sehingga tidak ada orang yang melihat saya. Ah …..sial banget saya malam ini……Bekerja di Lapas sebenarnya bekerja 24 jam. Bila ada Napi yang sakit maka dokter wajib datang.

Ternyata Napi yang sakit ini adalah si Udin ( bukan nama sebenarnya ), karena parahnya kondisi Napi ini, saya menganjurkan agar di rawat inap saja di RSU.

Dokter diomelin Ibu pasien


Sebelum era Reformasi jarang sekali pasien atau keluarga pasien menyalahkan / ngomelin dokter. Kejadian ini berlangsung pada tahun 2001. Pada era Reformasi banyak hal tersebut dialamai oleh saya. Kalau ditelusuri sebabnya adalah lebih banyak anjuran dokter yang tidak dituruti oleh mereka. Penyakit tidak/belum sembuh kemudian mereka mengajukan keluhan kepada dokter. Salah satu contoh dari kejadian tersebut adalah kisah dibawah ini.

Sepuluh hari yang lalu datang seorang pasien Hadi ( bukan nama sebenarnya ), laki-laki 14 tahun, diantar oleh Ibunya berobat kepada saat jam praktek sore. Pasien mengeluh demam sejak 2 hari yang lalu, kepala pusing, tidak selera makan, badan terasa lesu.

Ibunya mengatakan pasien sudah minum tablet penurun panas yang dapat dibeli bebas, tetapi demam masih berlanjut sehingga ia mengantar putranya berobat kepada dokter ( saya ).

Setelah melakukan: anamnesa ( wawancara dengan pasien & ibunya ) dan melakukan pemeriksaan fisik, saya mengambil kesimpulan bahwa pasien menderita gejala Typhus ( Typhus abdominalis ). Mengingat pasien tidak begitu mampu, saya tidak membuat pemeriksan darah di Laboratorium Klinik.

Saya memberikan resep: kapsul Antibiotika yang sesuai, tablet penurun panas dan tablet Vitamin untuk selama 5 hari, advis istirahat di tempat tidur selama masih demam ( bed rest ), makan bubur selama masih ada demam, banyak minum, kompres dingin di kepala selama masih demam dan anjuran agar kontrol ulang setelah obat habis ( karena tidak mungkin Typhus sembuh dalam 5 hari, minimal ia harus minum antibiotika selama 10 hari ).

Enam hari setelah kunjungan pertama, mereka datang kembali. Kini ibu pasien meradang, dengan nada marah ia berkata,”Dokter anak saya belum sembuh, ia demam lagi. Bagaimana ini ?”

Saya menjawab, “Apakah semua obat dan semua advis saya sudah dilakukan?. Kalau obat habis kan harus kontrol/datang berobat kembali. Kemarin obat sudah habis, sekarang kok baru kontrol lagi. Lagi pula kenapa Ibu marah-marah?”.

Ia menjawab lagi,”Demamnya sudah turun setelah minum obat dari dokter selama 2 hari. Pada hari ketiga anak saya bermain badminton meskipun sudah saya larang. Malamnya ia demam tinggi sampai sekarang.”

Nah ketahuan kan, pasien belum sembuh ( gejala Typhus kok sudah berani main badminton ) sudah beraktifitas fisik yang melelahkan. Berarti advis dokter dilanggar, tetapi sang Ibu menyalahkan dokter.

Saya tidak mau bertengkar dengannya ( orang yang sedang kesusahan emosinya sangat sensitif ).

Saya berkata, “Begini saja Bu, saya beri resep lanjutan dan semua advis saya agar dilakukan tanpa ada tawar menawar lagi. Pasti sakit putra Ibu akan sembuh.”

Saya berikan resep antibiotika untuk 7 hari lagi dan obat penurun panas selama 3 hari lagi dengan suatu keyakinan bahwa bila obat dan anjuran saya dilakukan dengan baik maka penyakit putranya akan segera sembuh, seperti ratusan pasien dengan gejala yang sana yang pernah berobat kepada saya. Semoga.

Rabu, Juli 10, 2013

ALERGI KOMPUTER



Kalau menjumpai seorang yang alergi terhadap udang, saya dapat memberi suntikan Avil ( golongan anti histamin, anti alergi ) untuk menghilangkan gejala gatal-gatalnya. Untuk orang yang akergi Komputer, apa obatnya? Sejak lama saya belum menemukan obat yang jitu, meskipun saya mencarinya di dalam bermacam-macam buku dan bahkan di Internet sekali pun. Wah… parah sekali rupanya penyakit “alergi Komputer” ini. Anda tahu obatnya? Tolong beri tahu saya. Terima kasih atas kesediaan Anda.

Kisah ini di mulai pada tahun 1986. Ketika saya berada di Jakarta, saya ditanya oleh adik ipar saya, “Apakah di Cirebon sudah ada took Komputer? dan apakah kakak sudah paham tentang Komputer?” Saya menjawabnya, “Setahu saya di kota kami baru ada 1 toko yang menjual Komputer dan sampai saat ini saya belum paham apa itu Komputer karena saya belum mempunyainya.”

Malu karena nanti saya di anggap kuper ( kurang pergaulan), maka seminggu kemudian saya minta tolong kepada adik ipar saya yang lain yang juga tinggal di Jakarta agar saya dipesankan 1 set Komputer type XT. Waktu itu hanya ada 2 type yaitu XT dan AT yang lebih canggih. Saya pilih yg XT karena harganya masih terjangkau oleh saya dan juga dengan asumsi bahwa kelak bila saya sudah paham benar tentang Komputer maka komputer akan diganti dengan yang type AT atau yang lebih canggih dan tentu lebih mahal harganya.

Sejak kiriman pesanan Komputer saya tiba, maka saya asik menekuni Komputer. Malam pertama sekitar jam 21.30 saya mencoba “memboot” Komputer itu untuk melihat program apa saja yang ada dalam harddisk. Di dalam menu saya melihat ada program word processor ( Wordstar ), ada spread sheet untuk mengolah angka ( Symphoni ) dan ada satu lagi program yang saya sudah lupa namanya. Program ini ternyata tidak mau muncul di layar monitor, meskipun saya telah berulang-ualng memanggilnya. Saking jengkelnya saya sampai membongkar chasing dari CPU ( Central Processing Unit ).

Ketika saya buka chasing tersebut, maka saya makin bingung, begitu banyak sparepart yang saya baru melihatnya dan apa lagi fungsinya pun tidak tahu. Pada Lesson 1 ini saya mendapat pengalaman unik. Selidik punya selidik ternyata ada 1 jack diujung seutas kabel yang tidak menempel pada slot manapun. Saya pikir ini biang keroknya sehingga program tidak muncul di layar. Ketika saya akan menghubungkan jack tadi dengan salah satu slot, saya bingung juga, bagaimana nanti kalau terjadi hubungan pendek arus listrik? Bukannya makin benar tetapi mungkin Komputer saya akan terbakar. Akhirnya saya menyerah dan chasing saya tutup kembali dan saya akan menanyakan kepada adik ipar saya pada keesokan harinya. Saya melihat saat itu jam menunjukan jam 03.00 dini hari. Wah…sekian jam berlalu tidak terasa, saking asiknya menekuni Komputer.

Keesokan harinya saya mendapat Lesson 2 dimana adik ipar saya mengatakan bahwa Komputer saya tidak rusak sedikitpun. Masalah program yang tidak muncul di monitor karena memang programnya belum di install kedalam harddisk. Glek…inilah lesson 2.

Saya terbengong juga karena dalam menu ada programnya tetapi ketika di panggil tidak muncul-muncul. Akhirnya menu sedikit diubah dan program yang saya perlukan berjalan dengan baik.

Nah kini Lesson 3: bagaimana saya mempelajari program pengolah kata ( Wordstar ) ini dengan baik? Ikut Les Komputer? Atau belajar senidir? Akhirnya karena terbentur masalah waktu ( karena saya harus bekerja di Puskesmas dan membuka praktek sore agar dapur kami tetap berasap ), saya memutuskan untuk belajar sendiri ( autodidak ) dari buku-buku Komputer yang saat itu masih langka dan sulit dicari, apalagi di kota kami.

Akhirnya saya bisa juga memanfaatkan Komputer tadi untuk menulis surat, menulis laporan dan membuat data base program kesehatan Puskesmas A dimana saya bekerja, meskipun saya mengetik/menekan keyboard hanya dengan 4 jari saja.

Keesokan harinya saya mendapat Lesson 4 yang menyebalkan. Ceritanya begini: sudah 1 jam saya mengetik dengan Wordstar, karena perut sudah lapar maka tanpa meneliti lagi saya langsung keluar dari Wordstar dan pekerjaan saya belum disimpan ( di “save”) di harddisk.

Ketika 1 jam kemudian saya membuka file yang saya buat dengan susah payah ternyata saya tidak menemukan file ini . Rupanya hilang karena tidak saya “save” terlebih dulu. Betapa kecewanya saya saat itu. Terpaksa saya mengetik ulang file tadi. Waktu banyak terbuang percuma. Inilah Lesson 4 yang kejam dan hal ini sering terjadi pada rekan-rekan lain yang baru belajar. Ingat Lesson 4 ini, agar tidak terjadi pada diri Anda.

Banyak manfaat yang saya dapatkan dari Kompuyter saya ini, misalnya:

Dengan pengolah kata ( word processor ):
1.Membuat makalah untuk saya dan isteri saya dalam waktu 1 malam.
2.Membuat surat-surat pribadi.
3.Membuat blangko surat sakit untuk pasien .
4.Membuat artikel-artikel kesehatan di bulletin Gereja dan buleetin sekolah anak –anak kami, dll ( kiriman artikel ini diberi uang lelah yang lumayan, jadi Komputer saya dapat dipakai untuk mencari uang ).

Dengan pengolah angka ( Lotus ):
1.Membuat hasil rekapitulasi data program kesehatan di 5 Kelurahan di Kecamatan kami.
2.Membuat anggaran pendapatan dan belanja keluarga saya.
3.Membuat grafik dari data yang ada, dll

Dengan program pembuat Grafik ( Harvard Graphic ):

1.Membuat grafik hasil PIN ( Pekan Imunisasi Nasional ).
2.Membuat grafik pencapaian setiap program kesehatan Puskesmas A, dll.

Dengan kemajuan tehnologi di bidang Komputer maka saya meng upgrade Komputer saya setahap demi setahap sehingga saat ini saya memiliki Komputer dengan processor: Pentium 166 Mhz. Dan memory ( RAM ) 64 Mb. Inipun sebenarnya sudah jauh tertinggal karena sampai saat ini sudah beredar di pasaran Processor Pentium III 550 Mz, dsb.

Semula sistim operasi Komputersaya memakai DOS ( Disk Operating System ). Saat ini sistim Komputer saya seperti umumnya Komputer yang orang lain adalah Windows, saya pakai Windows98 dan program aplikasi yang dipakai adalah paket program yang dibuat oleh perusahaan Microsof yaitu MS Office 2000 Premium .

Pada tahun 1987 saya menganjurkan kepada salah satu teman sejawat yang menjabat sebagi Kepala Seksi Pembinaan Kesehatan Masyarakat agar DKK Cirebon ( Dinas Kesehatan Kodya Cirebon ) memiliki 1 atau 2 set Komputer untuk kelancaran tugas rutin sehari-hari. Teman saya menjawab, “Belum perlu”.

Dan bahkan ada teman sejawat saya yang lain berkata dengan nada sinis,”Untuk apa Komputer di Puskesmas?” Saya jawab,”Saat ini mungkin saya akan ditertawakan orang lain, tetapi nanti pada saatnya saya akan tertawa paling akhir.”

Saya menjawab dengan sengit karena saat itu Komputer sudah di pakai di banyak Kantor dan DKK sudah saatnya mempunyai Komputer. Benarlah anggapan saya ini karena 2 tahun kemudian karyawan DKK mengeluh kepada saya karena Kanwil Dep.Kes. Propinsi Jabar mulai saat itu mulai melaksankan laporan program Kesehatan secara computerize, blangko laporan dikirim dari Bandung dalam bentuk disket Komputer dan setelah diisi oleh seluruh DKK se Jabar, disket tadi harus dikirimkan kembali ke Bandung.

Bagaimana membuat laporan dalam disket, bila komputernya saja tidak ada dan petugas yang terlatih pun belum disiapkan. Ketika saya dimintai tanggapan tentang masalah ini, saya tidak menjawab tetapi tertawa terbahak-bahak.

Nah rasain lu, sekarang baru sadar kan, bahwa masalah Komputer ini jangan dianggap sepele. Ya sekarang semuanya harus berlari untuk mengejar ketinggalan. Akhirnya DKK Cirebon mempunyai beberapoa set Komputer dan sejumlah karyawan yang sudah terlatih baik. Bahkan ada yang lebih terampil dari saya sendiri seperti mengetik dengan 10 jari.

Perkembangan tehnologi demikian pesatnya dan komputer sudah tersambung dengan Internet sehingga kita dapat saling mengirim electonic mail ( e-mail ) dari 1 tempat atau 1 negara ke tempat/negara lain dalam waktu singkat dan biaya yang jauh lebih murah dari pada biaya telepon Sambungan Lintas Internasional ( SLI ).

Tahun yang lalu saya pernah membaca di sebuah harian ibukota yang menuliskan pengalaman seorang ibu rumah tangga. Ketika putranya melanjutkan study di USA, demi keperluan komunikasi antara keluarganya dan putranya tadi, putranya mengusulkan agar ibunya belajar Komputer dan agar Komputer tadi dilengkapi dengan alat Modem yang tersambung ke line telepon, sehingga bisa mengakses Internet dan dapat saling mengirim atau menerima e-mail.

Akhirnya dengan ketekunan ibu tadi maka mereka dapat menerima e-mail dengan lancar dan dengan biaya murah. Ini berbau promosi tentang Internet, tetapi saya pikir ini ada benarnya. Lalu saya mulai berpikir, kalau ibu rumah tangga saja bisa “go Internet”, saya pun sebagai bapak tumah tangga mesti bisa juga.

Setelah Komputer saya dilengkapi Modem dan mendaftar menjadi user di salah satu ISP ( Internet Service Provider ) di kota saya, maka saya pun sudah dapat “go Internet”. Banyak manfaat yang dapat diambil dari Internet.

Manfaat yang dapat diambil dari Internet, antara lain:

1.Dapat mengirim/menerima e-amil dari mana saja di dunia ini asal komputer bisa mengakses Internet.

2.Dapat mengambil berita apa saja ( social, politik, bisnis, kesehatan dll ), dari mana saja ( dari komputer pribadi di rumah, dari dalam mobil, dari Warung Internet dll ) dan kapan saja ( pagi, siang, malam, 24 jam full ) mau dilakukan.

3.Dapat memasang iklan di Internet ( jual barang, mencari pekerjaan, menjual jasa pelayanan dsb ) sehingga iklan kita dapat di baca oleh siapa saja yang berminat, dari mana saja dan kapan saja dalam 24 jam penuh.

4.Dapat membeli/memesan barang yang di promosikan ( saya sudah pernah membeli 2 buku melalui Internet di web site Toko Buku Amazon di alamat: http://www.amazon.com, yang dapat dibayar dengan mempergunakan Kartu Kridit Visa, pesanan datang dalam waktu 3 minggu kemudian ).

Semuanya ini dapat kita lakukan dengan hanya duduk dan mengetuk tombol keyboard Komputer kita. Kita dapat melakukannya tanpa susah payah. Kita bisa melakukannya sambil minum kopi.

Yang saya kagumi adalah:

1.Kecepatan dari tehnologi Internet ini. Dalam bilangan detik, maka e-mail yang kita kirimkan sudah keluar dari Komputer kita dan dalam bilangan menit maka e-mail kita sudah sampai di kotak surat ( mail box ) si penerima yang berada di server Komputer ISP mereka entah dimana ia berada.

2.Ketelitian Komputer dan program-program aplikasinya. Bila salah ketik 1 huruf saja, misalnya ketika salah menuliskan User ID atau menuliskan Password ( kata sandi ) bila kita ingin kontak ke ISP saya maka akan error dan selanjutnya program akan berhenti sampai disitu saja atau bila kita salah menuliskan alamat web site tertentu, maka browser kita ( Internet explores atau Netscape ) tidak dapat mencari web site yang kita cari. Jadi kita wajib menuliskan semuanya dengan benar. Sama halnya dengan penggunaan Kartu ATM, yang pada dasarnya sama yaitu memakai program Komputer. Bila kita salah sebanyak 3 kali dalam memasukkan kata sandi ( PIN) kita maka kartu ATM akan ditelan oleh mesin tadi ( untuk mencegah penggunaan kartu ATM oleh orang lain ).

Sampai saat ini saya masih mengharapkan saya dapat mempunyai 1 set Laptop agar saya dapat menuliskan sesuatu ( catatan harian, artikel dll ) dan dapat mengakses Internet sehingga saya dapat menerima atau mengirim e-mail dari mailbox saya dari mana saja, baik di dalam kota atau di luar kota ( Bandung, Jakarta dll ). Dengan demikian saya bisa kerja lebih efektip. Semoga harapan saya ini dapat tercapai pada suatu saat.

Masalah alergi Komputer bisa terjadi pada orang-orang tertentu.
Sudah 3 orang teman saya yang saya anjurkan untuk “go Internet”, tetapi sampai ½ tahun juga masih jalan di tempat, belum sampai ke dunia maya Internet. Alasan mereka dari A sampai Z. Saya masih mencari obatnya. Bila Anda tahu tolong katakan kepada saya .

Saya mempunyai kisah lain tentang alergi Komputer ini.
Ketika saya masih aktip bekerja di salah 1 Puskesmas, saya menganjurkan kepada salah eorang staf saya agar ia membeli 1 set Komputer agar ia dan ke 2 putranya yang duduk di SMU paham tentang komputer.

Ketika ia mempunyai cukup rejeki, ia membeli 1 set Komputer type 486 DX yang saat itu masih cukup memadai untuk program aplikasi yang akan dipakai. Ia merasa tergugah dengan motivasi saya agar segera memiliki Komputer.

Sesudah hal itu terkabul, giliran isterinya ngomel, ”Untuk apa beli komputer dan tidak ada gunanya bagi kami saat ini.” Suaminya menerangkan dengan sabar manfaat Komputer saat ini dan juga demi study putra mereka yang pasti dalam waktu dekat mereka sudah harus bisa menangani komputer karena tugas-tugas di sekolah yang memerlukan Komputer.

Ketika isterinya yang pegawai negeri sipil mendapat tugas menulis laporan, maka suaminya yang membuatnya dalam waktu yang relatip singkat dan tanpa ada goresan “tip ex” ( penghapus tulisan mesin tik ) sehingga laporan itu terlihat rapih.

Barulah isterinya menyadari pentingnya Komputer. Baru tau dia… Suaminya saat ini sedang menyusun skripsi untuk jenjang pendidikan S1 nya yang ia ambil pada kuliah sore hari di salah satu Perguruan Tinggi di kota kami.

Saya anjurkan agar nanti pada waktu mempresentasikan skripsinya, ia memakai program aplikasi untuk presentasi yaitu program “POWER POINT” yang di proyeksikan kelayar dengan alat “In Focus” sehingga memberikan nilai tambah bagi presentasinya. Saya akan mendukungnya presentasi tugas akhirnya ini. Semoga sukses kawan. Semuanya adalah berkat Komputer yang kita pelajari. Jadi janganlah alergi terhadap Komputer.

Berbeda dengan orang lain yang alergi Komputer maka putra saya yang pada tahun 1997 masih duduk di SMU sudah merasakan bahwa ia perlu komputer karena ia sering kali mendapat tugas dari gurunya untuk membuat macam-macam tugas tulis menulis ( daftar piket dll ).

1 tahun kemudian putri kami yang duduk di SMP juga tidak menolak ketika saya memesankan 1 set komputer untunya. Jadi masing-masing kami mempunyai 1 set Komputer agar tidak saling terganggu bila pada saat yang sama memerlukan Komputer. Saat ini kami saling mengirim/menerima e-mail karena mereka melanjutkan study diluar negeri.

Bulan Juli 2000 putra kami mengirimkan alamat personal web site nya di Internet. Ketika saya menerima alamat tsb, saya mempunyai ide bahwa bila putra saya dapat membuat personal web site di Internet, maka saya juga pasti bisa.

Padahal sebelumnya kalau saya pergi ke toko buku yang menyediakan buku-buku tentang program aplikasi pembuatan Web site, saya selalu cepat-cepat berlalu.

Saya alergi terhadap program ini ( alergi juga ni ye..). Saya membayangkan bahwa pembuatan program web site itu sangat rumit, memerlukan bahasa HTML dsb yang tidak saya kuasai. Sekarang apakah saya tetap alergi dengan program ini? Kalau saya alergi, maka sampai kapanpun saya tidak akan dapat membuat personal web site sendiri. Saya harus memesan kepada orang lain untuk membuat personal web site ini dan ini tentu tidak gratis. Yang terakhir ini saya pastikan tidak mau. Jadi saya harus membuatnya sendiri. Terdorong oleh personal web site putra kami, maka saya mencoba membuatnya.

Langkah-langkah yang saya ambil adalah:
1.Mencari buku-buku tentang cara pembuatan Web site.
2.Mencari software dan meng install pembuat web site.
3.Mencari informasi dimana saya dapat meng uploading files personal web site yang akan saya buat.
4.Mencoba membuat personal web site dengan cara autodidak.

Kesalahan demi kesalahan saya lewati. Dalam 2 hari di sela-sela jam praktek dan kesibukan rutin saya sehari-hari, akhirnya saya dapat membuat personal web site dan dapat di akses di Internet.

Kalau saya bisa, maka Anda pun pasti bisa. Syaratnya?: kemauan.
Selamat membuat personal web site di Internet. Bye.

Doa dokter jelek?



Suatu saat saya bertemu dengan seorang teman yang bukan dokter. Lama kami tidak berjumpa sehingga kami membicarakan banyak hal. Dalam obrolan kami teman saya itu berkata, “Ah…doa dokter sih jelek, semoga banyak yang sakit.” Saya terkejut mendengar perkataannya itu.

Saya mendebat teman saya tadi, “Saya tidak pernah berdoa seperti itu. Itu kata anda, bukan kata saya.”

Ia terkejut juga mendengar perkataan saya. “Tapi betul kan, dokter mengharap banyak orang yang sakit?”

“Orang yang sakit bukan karena doa saya atau dokter. Orang yang minta pertolongan dokter tidak semuanya sakit, tetapi karena banyak alasan.

“Apa contohnya, dok?” teman saya bertanya.

Lalu saya menjawab:

Alasan-alasan orang datang kepada dokter antara lain:
1.Anak/orang dewasa yang ingin mendapatkan imunisasi.
2.Anak yang mau disunat atau dikhitan dengan alasan keagamaan atau kesehatan.
3.Ibu calon akseptor KB ( Keluarga Berencana ) yang minta disuntik KB atau dipasang I.U.D. ( Intra Uterine Device ).
4.Orang yang minta Surat Keterangan Sehat untuk keperluan melamar pekerjaan, melanjutkan sekolah atau mengikuti ansuransi.
5.Ibu hamil yang ingin melakukan pemeriksaan ANC ( Ante Natal Care ).
6.Orang yang ingin disuntik Vitamin agar badannya tetap fit.
7.Orang tua yang minta konsultasi agar anaknya terhindar dari Narkoba atau agar prestasi belajar anaknya bagus.

Jadi pekerjaan dokter banyak, selain menangani orang sakit. Dengan perkataan lain tidak perlu dokter berdoa “Semoga banyak yang sakit” agar dapurnya tetap berasap. Dengan reputasi yang baik, tidak perlu seorang dokter khawatir kekurangan rejeki.”

Bahkan dipintu masuk Ruang Periksa saya tempel tulisan “SEMOGA LEKAS SEMBUH.” Belum diperiksa saja sudah didoakan lekas sembuh. Jadi doanya baik.

Setelah mendengar argumentasi saya diatas, teman saya mengerti dan tidak berani mengeluarkan “guyonan” tadi lagi. Dia pikir “Wah repot kalau berdebat dengan dokter.”

Kalau anda setuju dengan argumentasi saya diatas, maka tidak perlu ada debat kusir bukan? He…he…

Jangan meremehkan KTP



9 Sept 2000 jam 09.15 pagi saya mendapat panggilan per telepon dari salah seorang tetangga, Ny. A. yang meminta agar saya datang secara asap (as soon as possible ). Katanya ayahnya yang sudah bertahun-tahun menderita Stroke, baru saja tidak sadar alias meninggal dunia. Ia minta agar saya sebagai dokter dapat memastikannya.

Saya segera mengunjungi rumahnya. Saya diterima oleh salah seorang familinya, Ny. B. Saya memeriksa Tn. M ini yang memang sudah meninggal dunia.

Saya katakan bahwa Tn. M sudah meninggal dan saya akan membuat Surat Keterangan Kematiannya. Untuk itu saya minta melihat KTP almarhum. Ny. B minta agar saya menuliskan namanya tanpa mereka harus mencari-cari KTP almarhum lagi ( apa susahnya mencari KTP di lemari atau laci ).

Anaknya ( Ny. A ) sedang sibuk menelepon para familinya sambil tersedu-sedu. Saya katakan kepada Ny. B bahwa bila salah menulis namanya maka nanti akan mengalami kesulitan. Akhirnya saya menuliskan nama yang disebutkan oleh Ny. B ini diatas Surat Keterangan Kematian almarhum.

Sekitar jam 11.30 siang datanglah seorang bapak N., utusan dari keluarga almarhum. Maksud kedatangannya adalah untuk meminta saya mengganti nama almarhum yang sesuai dengan yang tertera di KTP almarhum.

Dugaan saya benar bahwa akan ada kesulitan. Bapak N. sudah melapor kematian Tn. M kepada pak RT dan Pak RT minta agar nama almarhum diatas Surat Keterangan Kematian dari Dokter disesuaikan dengan yang tertera di KTP nya.

Finally saya menulis lagi Surat Keterangan Kematian dengan nama yang benar yang tertera di KTP almarhum. Saya bekerja 2 kali untuk hal yang sama. Oleh karena itu hati-hati menyebutkan nama kita, harus sama dengan yang tertera diatas Kartu Identitas kita ( KTP, Paspor dsb ).

Surat Keterangan Kematian dari Dokter ini akan dipergunakan untuk proses adminstrasi keperluan: pemakaman, kremasi ( pembakaran jenasah ) dan pengangkutan jenasah ke luar kota. Tanpa Surat Keterangan Kematian ini semuanya tidak akan terlaksana.

Di Indonesia nama itu demikian penting. Tidak seperti yang dikatakan seorang pujangga Inggris, William Shakespeare, “ What is a name ?” ( apalah artinya sebuah nama?) seperti dalam sebuah puisinya.

Simpanlah semua surat yang penting anda ( KTP, Paspor, Akte Nikah, Akte Kelahiran, Surat Waris, Surat Deposito, Buku Tabungan di Bank etc ) di tempat yang aman dan mudah dicari dalam keadaan darurat.

Have a nice day.



Pasien aneh



Kejadian ini sudah berlalu tiga belas tahun yang lalu.

Saat itu saya dikunjungi pasien, seorang bapak K., 52 tahun yang mengeluh: pusing sejak beberapa hari yang lalu, semalam menggigil, susah tidur ( insomnia ), penglihatan kedua mata kabur dan rasa tidak enak sekitar hidung.

Setelah melakukan pemeriksaan saya mendapatkan: tekanan darah: normal, THT : normal, kedua mata: Cataract ( pasien berkaca mata minus ) dan observasi Cephalgia ( pusing ) yang dapat disebabkan banyak hal seperti: Flu berat, Stress, Radang Sinus ( Sinusitis ), sedang tanggung bulan etc.

Untuk menegakkan diagnosa, saya menganjurkan untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium klinik terhadap darah dan urinenya.

Saya membuatkan surat permohonan pemeriksan laboratorium ke salah satu Lab. Klinik. Sebagai obat sementara yang dapat meringankan penderitaan bapak K, saya membuat resep 1 macam obat yang mengandung anti pusing, penenang dan vitamin. Saya menganjurkan agar hasil pemeriksan lab. segera diserahkan kepada saya.

4 hari kemudian datanglah bapak K. ke tempat praktek saya. Ternyata sepulangnya dari tempat praktek saya 4 hari yang lalu, ia tidak memeriksakan darah dan urinenya ke Lab. Klinik, tetapi ia pergi mengunjungi dokter lain, teman sejawat ahli THT, dengan alasan bahwa pusingnya tidak tertahankan ( padahal saya sudah memberikan resep untuk mengatasi pusingnya yang tidak ia belikan, mana ada perubahan rasa pusingnya? Kalau obatnya belum diminum ).

Oleh ahli THT, bapak K. ini diberi resep 4 macam. Meskipun sudah diminum obat-obat tersebut, tetapi rasa pusing dan tidak enak sekitar hidungnya tidak juga mereda.

Rupanya bapak K. ini tidak mempercayai saya sebagai dokter dan telah meminta second opinion dari dokter lain. Ketika ia juga belum sembuh dari penderitaannya, ia menuruti anjuran saya untuk melakukan pemeriksaan laboratorium ( kenapa ia tidak melakukannya sejak awal ).

Semua hasil pemeriksaan darah dan urine bapak K. ini ternyata dalam batas-batas normal. Saya menganjurkan agar resep yang telah saya berikan kepadanya agar dibelikan dan segera diminum sehari 3 kali 1 kaplet.

Bapak K. ini bertanya, “Dok, mengapa rasa pusing saya belum sembuh?”

Saya menjawab, “ Saya tidak mengerti jalan pikiran bapak. Anda telah berobat kepada saya tetapi tidak melaksanakan anjuran saya untuk melakukan pemeriksan laboratorium dan resep obat tidak dibeli, bahkan pergi ke dokter lain yang hasilnya juga tidak ada. Hasil pemeriksan laboratorium Anda ternyata dalam batas normal. Nah… begini saja minumlah obat yang sudah saya resepkan untuk Anda. Bagaimana Anda akan sembuh bila obatnya saja belum dibelikan dan diminum?”

Ia berkata lagi, “ Habis bagaimana dok?”

Saya menjawab,” Tidak bagaimana bagaimana. Segera belikan resep obat yang saya berikan. Semoga lekas sembuh”, saya akhiri konsultasi dengan bapak K ini.

Setelah pasien itu meninggalkan ruang periksa saya, saya merenung: kasihan bapak K. ini, kalau setelah minum obat resep saya rasa pusingnya tidak juga sembuh, mungkin sebaiknya dirujuk ke teman sejawat Psikhiater.

Kalau jasmani tidak apa-apa, maka penyebabnya mungkin berada di bidang rohani. Sampai kisah ini dibuat, bapak K. belum kembali lagi.

Sembuhkah pusingnya? Semoga.-


Senin, Juli 08, 2013

Ngibulin Dokter



Suatu sore ada keluarga pasien yang ingin memanggil saya. Saat itu sedang waktu praktek sore sehingga sebenarnya saya enggan meninggalkan tempat praktik saya. Oleh karena ia meminta dengan sangat agar dokter dapat datang ke rumahnya karena ada pasien yang sakit keras. Akhirnya saya memutuskan untuk datang mengunjungi rumahnya.

Setiba di alamat yang ia katakan, saya memasuki teras depan rumahnya yang besar. Rupanya mereka tergolong keluarga mampu. Sekilas di ruang tamu saya melihat seorang bapak yang tergopoh-gopoh memasuki ruangan lain. Rupanya ia sedang melihat siaran TV sore hari itu.

Saya menanyakan kepada isteri pasien, “ Dimana Bapak yang sakit?”

Ia menjawab, “Ada di dalam kamar tidur, Dok.”

Kami masuk kedalam kamar tidurnya yang besar, maklum orang kaya. Sang pasien rapih berbaring di bed lengkap dengan selimut ( padahal udara cukup panas saat itu ). Ternyata sang pasien adalah laki-laki yang tadi saya lihat tergopoh-gopoh memasuki kamarnya. Rupanya ia hanya menderita Flu ringan dan besok pagi ia harus pergi ke Jakarta.

Sebenarnya pasien yang datang mengunjungi dokter dan bukan sebaliknya, karena sakitnya pasien tidak berat dan pasien masih dapat berpergian. Keluarga pasien bila ingin memanggil dokter biasanya membuat alasan bahwa pasien sakit berat ( meskipun sebenarnya tidak begitu ) agar dokter bersedia datang ( ngibulin dokter ). Mereka berbuat demikian mungkin karena menganggap toh mereka bisa “membayar” jasa pelayanan medis.

Montir ngerjain dokter



Kejadian ini terjadi pada pertengahan tahun 1995. Suatu saat mobil saya ”batuk-batuk” alias mesin tersendat-sendat. Saya membawanya ke bengkel mobil terdekat.

Sang montir setelah memeriksa mesin mobil saya, berkata “ Karburatornya mesti disetel ulang. ( karburator adalah alat untuk merubah bensin dalam bentuk cair menjadi bentuk uap yang bila tercampur udara dan panas api busi akan mudah terbakar dan menjadi energi penggerak mesin mobi ). Disini ada 2 buah sekrup untuk setelan bensin dan untuk setelan udara. Kedua sekrup inilah yang disetel ulang.

Saya katakan, “Baiklah, tolong setelkan karburatornya.”

Tidak sampai 10 menit mesin mobil saya berjalan lancar dan tidak “batuk-batuk” lagi.

Saya bertanya, “ Berapa ongkos setelnya, Pak?”

“ Murah, dok, hanya lima belas ribu rupiah.”

Saya agak terkejut karena montir hanya memutar-mutar sekrup dan tidak ada sparepart( onderdil ) yang diganti, kok ia minta bayaran yang menurut saya agak mahal.

Saya berkata, “ Kok mahal, Pak. Kan tidak ada yang diganti dan hanya memutar sekrup saja.”
Sang montir berkata dengan enteng ( rupanya kalau dokter itu banyak duitnya, padahal tidak selalu demikian ), “ Ongkos memutarnya sih murah, tetapi untuk mencari sekrup mana yang harus diputar, itu yang mahal. Di mobil dokter ada ribuan sekrup dan hanya 2 sekrup yang saya cari dan saya setel kembali.”

Seminggu kemudian sang montir yang perokok berat ini datang berobat. Rupanya ia menderita Bronchitis ( radang bronchus, saluran nafas ). Setelah saya memeriksanya, saya berkata, “ Bapak kena Bronchitis dan sebaiknya berhenti merokok.”

Ia bertanya, “Berapa saya harus bayar?”

Saya katakan, “Lima belas ribu rupiah.”

Ia protes, “ Hanya tul-tul ( maksudnya meletakkan stetoscope di tempat tertentu ) saja kok biayanya mahal, dok.”

Saya teringat argumentasi sang montir ketika mobil saya “batuk-batuk” dan berkata,” Biaya meletakkan stetoscope sih gratis Pak, tetapi biaya untuk mencari dimana saya harus meletakkan stetoscope itu yang mahal. Kalau saya meletakkannya di sembarang tempat kan penyakit Bapak tidak ketemu. Di dalam badan Bapak ada ribuan organ tubuh dan hanya 1 organ tubuh Bapak saja yang perlu saya periksa.”

Sang pasien ini mengangguk-anggukkan kepalanya, tanda setuju argumentasi saya tadi. Makanya jangan suka ngerjain dokter.


Minggu, Juli 07, 2013

Dokter tidak bonafid



Pandangan masyarakat terhadap dokter terlalu bersifat materi, artinya dokter itu orang yang kaya, punya mobil bagus dan sebagainya. Semula saya tidak percaya akan hal ini, tetapi akhirnya saya mempercayainya, karena saya pernah mendengar langsung dari masyarakat.

Pada tahun 1980 ketika saya menjadi Kepala Puskesmas Cirebon Utara, Kabupaten Cirebon, saya mengendarai mobil sedan Fiat tahun 1958 ( mobil antik, karena tuanya ). Mobil ini sangat berharga sebagai alat transpotasi dari rumah ke tempat bekerja. Setiap pagi ketika saya sampai di gedung Puskesmas yang berseberangan dengan gedung Balai Desa Mertasinga, saya selalu bertemu dengan Bapak Kepala Desa ( Kades, Kuwu ).

Pak Kades selalu berkata “Dokter, mobilnya diganti dengan yang lebih bagus dong.” Sindiran ini selalu saya jawab dengan “Ya saya setuju, tapi Bapak harus beri pinjaman uang untuk pembeli mobil yang bagus” Pak Kades sendiri tidak mempunyai motor atau mobil. Ia selalu jalan kaki dari rumah sampai ke Balai Desanya.

Setelah mempunyai sedikit tabungan, maka saya membeli mobil Minibus Mitshubisi 500 cc produksi tahun 1981 dengan cara mencicil seharga 3 juta rupiah. Saya pikir pasti Pak Kades tidak akan “menyindir” saya lagi. Ketika Pak Kades mengetahui saya ganti mobil ini, ia mengatakan “Ya… dokter, jangan minibus, ganti saja dengan mobil sedan.” Wah kalau dituruti terus “sindiran” Pak Kades, repot saya.

Rupanya Dewi Fortuna mendekati saya sehingga saya dapat mencicil mobil sedan Honda Civic tahun 1983. Sekarang Pak Kades tidak “menyindir” saya lagi, karena saya naik sedan untuk alat traspotasi. Bila kami mengikuti Rapat bulanan di Kantor Kecamatan, Pak Kades saya ajak untuk pergi bersama-sama naik sedan ini. Ia merasa senang boleh mencicipi sedan Pak Dokter.

Ketika saya mutasi ke Kotamadya Cirebon, Pak Kades Mertasinga sudah almarhum akibat penyakit menahun yang dideritanya. Selamat jalan Pak Kades yang selalu mendorong saya untuk memiliki mobil sedan. Terima kasih atas “sindiran” Bapak.

----

Oleh karena gaji sebagai PNS tidak cukup untuk biaya hidup, maka saya juga buka warung alias praktek sore hari. Saya mengambil daerah Klayan sebagai tempat praktek sore sejak tahun 1980 sampai 1983. Ada pengalaman yang berbau sindiran kepada dokter karena dokter yang dipanggilnya naik motor dan bukan naik sedan. Suatu sore saya berangkat naik motor Vespa milik ayah saya, karena mobil Fiat saya masuk bengkel. Setelah selesai mengobati pasien di rumahnya yang masuk kedalam salah satu gang di daerah Klayan, saya mohon pamit kepada keluarga pasien.

Salah seorang tetangga pasien bertanya kepada saya “Dok, parkir mobilnya dimana?” Saya jawab “Saya tidak mengendarai mobil, saya naik Vespa agar dapat lebih cepat dan mobil tidak dapat masuk gang.” Kalau parkir di pinggir jalan, maka saya harus jalan kaki untuk sampai di rumah pasien dan ini tentu akan lebih lama sampai di rumahnya.

Mendengar bahwa saya naik Vespa, terdengarlah suara “Wah .. naik motor, dokternya tidak bonafid.” Saya tidak ambil pusing, yang penting tugas saya dapat diselesaikan dengan baik dan pasien dapat sembuh. Akhirnya pasien ini menjadi pelanggan tetap saya.

----

Pengalaman lain yang masih ada hubungannya dengan mobil sebagai lambang kebonafidan seorang dokter. Suatu sore datanglah seorang Bapak yang merupakan pasien lama saya.

Setelah dipersilahkan duduk, Bapak ini berkata “Kemarin Dokter tidak praktek ya?” Saya terkejut karena kemarin saya buka praktek. Saya menjawab ”Saya ada, Pak.” “Kemarin saya tidak melihat mobil dokter diparkir di halaman tempat praktek. Jadi saya pulang lagi.”

Saya menjelaskan “Oh.. kemarin saya naik Vespa, karena mobil saya sedang diservis di bengkel ( maklum mobil antik )“. Rupanya keberadaan mobil dokter merupakan tanda ada tidaknya dokter di suatu tempat. Padahal hal ini tidak selalu benar. Dalam hati saya membatin: bapak ini sebenarnya memerlukan mobilnya atau dokternya?

Sebagai kesimpulan dari pengalaman saya ini: bahwa untuk dihormati orang, kita harus mempunyai suatu yang menurut masyarakat merupakan lambang kebonafidan seorang dokter misalnya sebuah mobil sedan. Bila kita tidak punya apa-apa, ya apa lagi. Kita akan sering menerima cemoohan dari masyarakat. Anda boleh tidak percaya dengan kesimpulan saya ini tetapi kesimpulan ini ada benarnya, paling tidak bagi saya.-

Sabtu, Juli 06, 2013

Dokter dapat rejeki


Kisah ini terjadi pada tahun 1987. Saat itu kami belum lama pindah rumah cicilan yang belum lunas. Dalam keadaan yang serba minim, mobil kami perlu perbaikan di bengkel.

Perkiraan biaya sebesar seratus ribu rupiah. Saat itu sedang tanggung bulan, belum gajian dan praktek masih sepi pasien. Bila mobil tidak diperbaiki, saya khawatir mobil akan mogok di jalan dan akan bertambah repot.

Saya berdoa kepada Tuhan agar kami mendapat rejeki sebesar biaya perbaikan mobil. Saya yakin Tuhan akan memberi jalan kepada saya. Saya sangat mengharapkan doa saya dijawabNya.

Keesokan harinya tidak terjadi apa-apa, demikian pula hari kedua.
Hari ketiga sepulang dari tempat tugas saat kami akan makan siang, kami mendengar suara, “Pos-pos.” Rupanya petugas pengantar surat dari kantor pos datang kerumah kami.

Saya minta agar pembantu kami mengambil kiriman dari petugas tadi. Dari jauh saya melihat bukan amplop surat, tetapi sehelai kertas berwarna abu-abu.
]
Pembantu kami mengatakan bahwa saya harus membubuhkan tanda tangan diatas surat pemberitahuannya. Ternyata kiriman itu berupa wesel pos yang berwarna abu-abu.

Saya membatin, “Siapa yang mengirimkan wesel pos kepada saya? Dan berapa besarnya?” Saya melihat tulisan Rp. 150.000. untuk atas nama saya dan beritanya tertulis: Pemenang pertama TTS ( Teka Teki Silang ) majalah A. Terima kasih Tuhan. Tuhan sudah menjawab doa saya dan lebih besar dari pada yang saya harapkan.

Tuhan memberikan lebih besar dari pada yang saya mohonkan. Saya sudah tidak ingat lagi kapan saya mengirimkan TTS tadi. Ada saja jalan bagi Tuhan untuk memberi rejeki kepada umatNya.

Saya tidak tahu persis, apakah ini hanya faktor kebetulan? Atau memang Tuhan yang sudah mengaturnya. Yang jelas Tuhan sudah menjawab permohonan saya dalam masa yang sulit saat itu. Terima kasih Tuhan.

Saya sejak itu mempunyai motto: “ Harapkan sebuah mujizat “ ( Hope a miracle ). Bila Tuhan menghendaki, maka mujizat bisa terjadi kapan saja. Anda percaya?

Disangka tukang kebun


Suatu hari Minggu sekitar jam 16.00 beberapa puluh tahun yang lampau, saya dengan mengenakan celana pendek, T shirt dan topi pet mencabuti rumput liar yang tumbuh di halaman depan rumah kami. Setelah lima menit saya bekerja, seorang ibu yang ditemani oleh seorang anak perempuan yang berumur kira-kira 6 tahun memasuki halaman rumah kami.

Sang ibu bertanya kepada saya, “Pak, pak dokternya ada?”

Saya menjawab sambil menunduk ( khawatir terbongkar rahasiaku ), “Ada. Ada keperluan apa Ibu ?”

Ibu tadi menjawab, “ Anak saya ingin berobat.”

Saya berkata, “ Baiklah, saya akan memberitahukan kepada pak dokter.”
Saya segera memasuki rumah dan berganti pakaian praktek dokter, baju putih dan celana panjang.

Saya membukakan pintu ruang periksa sambil berkata, “Ibu, silahkan masuk.”

Ketika mereka berada di dalam ruang periksa, sang anak berkata kepada ibunya, “ Bu, inikan tukang kebun yang tadi ada di halaman.” ( rupanya anak itu masih mengenali wajah saya tadi meskipun hanya sekilas wajah ).

Menyadari hal ini sang ibu berkata kepada saya, “Maaf, pak dokter. Kami mengira ia adalah tukang kebun, eh… tidak tahunya pak dokter sendiri.”

Saya berkata sambil tersenyum, “ Benar bu, tadi saya mencabuti rumput liar untuk menghilangkan stress.”

Ibu tadi berkata lagi, “ Ah… pak dokter, bisa aja”, sambil tersenyum malu ( saya juga jadi malu, rahasiaku terbongkar ).

Rupanya benar pendapat yang mengatakan bahwa pakaian dapat merubah penampilan seseorang. Anak tadi mepunyai ingatan yang kuat, masih dapat mengenali wajah saya meskipun ia hanya melihat hanya sesaat. Ternyata ia sedang menderita Flu.

Sejak penyamaran saya itu, saya harus berhati-hati lagi dalam berpakaian bila tidak ingin dianggap sebagai tukang kebun.

Kamis, Juli 04, 2013

Radang Kandung Kencing


Kemarin berobat Pak R, 51 tahun. Keluhannya nyeri di daerah kandung kencing, dibawah pusar, kencing keluar sedikit-sedikit, tidak ada demam. Ia bilang ia sakit anyang-anyangan, istilah medisnya Cystitis acuta atau Radang Kandung Kencing.

Pak R 3 hari yang lalu sudah berobat ke dokter, teman sejawat dan sudah diberi 3 macam obat, tetapi belum sembuh juga. Mungkin antibiotika ( anti infeksi ) yang diberikannya kurang cocok. Akhirnya ia datang berobat kepada saya. Beberapa waktu yang lalu Pak R juga pernah berobat kepada saya.

Pada pemeriksaan fisik di dapatkan: tekanan darah normal, Jantung Paru-paru: dalam batas normal, terdapat nyeri tekan didaerah supra symphisis ( daerah kandung kencing ), suatu tanda adanya radang kandung kecing yang disebabkan oleh adanya infeksi oleh bakteri.

Saya berpesan kalau dalam waktu 3 hari nyerinya belum sembuh juga, harap datang untuk kontrol lagi. Mungkin juga ada terdapat batu Kandung Kencing yang perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti Foto polos Kandung Kencing, bahkan dilakukan USG ( Ultra Sono Graphy ). Semoga tidak perlu dilakukan.

Saya memberikan resep obat antibiotika yg sesuai , tablet anti spasme dan pain killer untuk keluhan Pak R ini.

Selamat pagi.-

Pasien tidak datang lagi


Bila pasien mempunyai keluhan yang dalam waktu 3 hari belum sembuh atau berkurang sakitnya, saya berpesan agar datang kembali untuk kontrol.

Pasien anak A, 10 tahun yang 3 hari yang lalu dikhitan oleh saya, dipesankan agar kontrol kembali 3 hari kemudian untuk melihat bekas luka khitannya. Kemarin sore sudah waktunya, A untuk datang kembali, tetapi ia tidak / belum datang. Apakah disebabkan adanya halangan karena kemarin sore hujan lebat?

----

Kemarin pagi datang berobat Pak F, 24 tahun, seorang karyawan seorang relasi saya. Keluhannya sesek nafas dan terasa tidak enak di daerah ulu hati dan dada sebelah kanan sejak beberapa hari yang lalu.

Saya menduga ia menderita gangguan maag ( lambung ). Saya bertanya apakah makan teratur ( pagi, siang, malam ). Pak F menjawab katanya ia tidak pernah sarapan pagi sejak bertahun-tahun, sudah menjadi kebiasaan Pak F. Jadi ia makan sehari hanya 2 kali, pagi dan malam hari saja.

Saya sarankan agar Pak F pada pagi hari sarapan pagi entah itu berupa sebuah serabi atau pisang goreng, agar perutnya terisi untuk menetralkan asam lambung yang ada dalam lambungnya. Pada saat daya tahannya menurun ( karena kehujanan, kerja kecapean dll ), maka lambungnya meradang dan timbullah nyeri pada daerah lambungnya.

Oleh karena nyerinya di daerah dada sebelah kanan juga dan Pak F mengeluh merasa sesek nafas, maka saya mencurigai adanya kelainan pada Paru-parunya. Saya menyarankan dan membuat Surat Rujukan untuk membuata Foto Thorax ( foto polos Jantung dan paru-paru ) di sebuah Klinik Rontgen di kota Cirebon.

Saya bertanya kepada Pak F “Pak, kalau bapak sakit apakah majikan bapak mengganti biaya pengobatannya?”

Pak F menjawab “Betul, dok, saya kalau berobat akan diganti biayanya.”

Kalau begitu masalah pembelian resep obat dan biaya pembuatan Foto Thorax tidak menjadi masalah.

“Ini Pak resep sementara untuk mengatasi penyakit bapak dan Surat Rujukan untuk membuat Foto Thorax. Kalau bapak dibuatkan Foto Thorax pada pagi ini, nanti sore sudah selesai dan segera bawa kembali ke tempat praktik saya, ya,” kata saya.

Saya tunggu kedatangan Pak F sampai malam hari, saya tutup praktik, Pak F tidak / belum juga datang. Apakah ia tidak datang kembali karena sore kemarin turun hujan ataukah setelah minum obat yang diberikan oleh saya, keluhannya sudah sembuh?

----

Beberapa pasien yang diadviskan untuk datang kembali membawa hasil pemeriksaan Laboratorium, atau Foto Rontgen, sering kali tidak datang kembali. Alasannya karena biaya pemeriksan penunjang ataukah penyakitnya sudah sembuh karena minum obat sementara yang saya berikan? Saya kurang tahu.

Selamat pagi.-

Rabu, Juli 03, 2013

Menabrak sepeda motor


Kalau seseorang ditabrak sepeda motor hampir tiap hari terjadi terutama di kota-kota besar yang ramai lalu-lintasnya. Kalau seseorang berlari dan menabrak sepeda motor yang sedang diparkir, rasanya jarang terjadi. Nah kejadian ini terjadi pada pasien saya kemarin sore.

Pukul 15.30 saat saya menyiram tanaman di halaman depan rumah kami, terdengar ketokan pintu pagar besi rumah kami.

“Dok, dok tolong…” terdengar suara seorang Ibu.

“Ada apa Bu. Mau berobat? Belum waktunya nanti setengah jam lagi,” jawab saya.

“Tolonglah dok, ini ada anak yang luka-luka,” jawabnya lagi.

Setelah pintu pagar dibukakan saya melihat 2 orang Ibu dan seorang anak wanita, usia 7 tahunan.

“Begini dok. Anak ini lari-lari, rupanya tanpa melihat ke depan. Eh…tau-tau ia menabrak sepeda motor saya yang sedang diparkir di halaman rumah saya. Ia luka-luka di kaki. Ibunya minta agar anaknya diobati oleh seorang dokter.” Ibu tadi menjelaskan.

Diatas bed pemeriksaan, anak itu meronta-ronta ( ketakutan? Mau diapain saya ini? ). Oleh ibunya anak itu dihibur agar anaknya diam dan tidak meronta-ronta.

Segera saya lakukan wound toilet ( membersihkan luka dengan larutan Betadine ) pada luka sobek pada kaki kanan dan memasang kain kasa steril diatas luka. Di bagian dada kanannya juga terdapat luka-luka lecet. Jantung dan paru-paru dalam batas normal. Perut tampaknya tidak ada kelainan.

Ibu anak ini berkata “Dok, dari kemaluannya juga keluar darah. Saya sudah mengganti celana dalamnya tetapi darahnya masih keluar juga.”

“Baik, nanti saya periksa ya,” kata saya.

Dengan penerangan sebuah lampu senter saya memeriksa alat kelamin anak wanita ini. Pada celana dalamnya terdapat sedikit bercak darah. Pada sekitar alat kelamin dan lubang kemaluannya tidak terdapat luka memar ataupun luka lecet. Juga dari lubang kemaluannya tidak terdapat perdarahan. Mungkinkah perdarahan tadi keluar dari bagian dalam alat kelaminnya? Tapi sekarang sudah tidak berdarah lagi. Mungkin ada trauma ( benturan ) pada sekitar alat kelamin saat anak ini menabrak sepeda motor tadi.

Saya membuatkan resep obat berupa racikan puyer: antibiotika dan pain killer, serta sirop vitamin untuk pasien saya yang satu ini.

Ibu pemilik sepeda motor itu tidak bersalah, tetapi anak wanita itu yang menabrak sepeda motornya, tetapi Ibu inilah yang harus keluar uang untuk biaya pengobatan anak ini. Masih untung Ibu ini rela mengeluarkan uangnya. Mimpi apa ya Ibu ini tadi malam?

Selamat siang.-

Selasa, Juli 02, 2013

Punya bayi lagi?


Pagi ini datang berobat seorang Ibu, Ny. M, 45 tahun. Ia membawa seorang bayi laki-laki, 6 bulan.

“Silahkan masuk, Bu,” saya mempersilahkan Ibu tadi untuk masuk ke dalam Ruang Periksa.

“Siapa yang mau berobat, Bu,” saya bertanya. Saya pikir bayi itu yang sakit.

“Ini si V, dok dan juga saya mau berobat juga” Ny. M menjawab.

“Ini cucu atau anak Ibu?”, saya bertanya.

Ny. M menjawab dengan malu-malu “Ini putra kami yang ke 4, dok. Kami kebobolan”.

“Ibu sudah cukuplah 4 anak saja, ya. Usia Ibu juga sudah diatas 40 tahun” saya menjawab.

“Iya, dok, saya sekarang sudah disterilkan ,” Ny. M menjawab.

Saya merenung sejenak “Kok masih ada ya Ibu yang berusia diatas 40 tahun masih mempunyai Bayi lagi, padahal putranya sudah 3 orang dan sudah besar-besar”.

Seorang Ibu masih datang haid, masih ada kemungkinan untuk dapat hamil lagi. Usia ideal bagi seorang wanita untuk hamil dan melahirkan adalah 20 - 35 tahun. Setelah usia 35 tahun sangat dianjurkan untuk tidak hamil lagi, sebab ada resiko perdarahan setelah melahirkan dan terjadinya kasus Down Syndrome pada bayi yang dilahirkan oleh wanita yang usianya sudah diatas 4o tahun. Setelah Menopause ( tidak datang haid lagi ) sekitar usia 48-51 tahun, maka wanita tersebut sudah tidak subur lagi dan tidak dapat hamil lagi.

Ny. M dan putranya menderita Flu. Mungkin bayinya tertular dari Ibunya yang sedang sakit Flu.-

Senin, Juli 01, 2013

Sirkumsisi


Saat ini bulan Juli adalah bulan liburan anak sekolah. Ada banyak anak Sekolah Dasar yang di khitan ( sirkumsisi ).

2 hari yang lalu isteri saya yang juga dokter umum mengirim pasien kepada saya untuk dikhitan. Setelah diperiksa pasein ananda A, usia 10 tahun, layak untuk dikhitan. Khitanan akan dilakukan pada hari Senin 1 juli 2013, pukul 08.00 di rumah kami yang merupakan tempat praktik sore saya.

Pada saatnya pasien A datang diantar oleh ayahnya, kakak perempuannya, dan 2 orang pamannya. Saya meminta pasien A agar pipis dahulu di toilet untuk pasien yang terletak di halaman depan tempat praktik.

A berbaring dibed pemeriksaan. Di dalam Ruang Periksa hadir juga isteri saya yang akan menjadi asisiten saya, ayah, dan kakak perempuannya. Segera saya dan isteri memakai sarung tangan dan topi kepala yang terbuat dari kain berwarna biru. Setelah dilakukan tindakan asepsis dengan larutan Betadine dan Alkohol 70 %, maka dilakukan blok anestesi pada pangkal penis dengan larutan Lidocain 2% sebanyak 2 cc.

Saat kulit Praeputium ( kulup ) ditarik ke belakang pada bagian kanan Glans penis ( kepala penis ) ada perlekatan antara kulit Praeputium dan Glans penis. Perlekatan ini karena ada Smegma ( kotoran pada glans penis ) yang berwarna putih. Setelah perlekatan ini dilepaskan dengan menggunakan arteri klem, maka kulit Praeputium dapat ditarik kebelakang sehingga tampak Glans penis dengan jelas.

Kakak perempuan pasien A mengambil beberapa foto untuk dokumentasi keluarga.

Pemotongan kulit Pareputium dilakukan dengan alat Kauter yang dialiri listrik PLN. Dengan cara ini praktis tidak ada perdarahan pada luka potongan kulit Praeputium.

Setelah klem dilepas, maka saya melakukan penjahitan bekas luka tersebut dengan chromic catgut ukuran 3,0. Isteri saya membantu tugas saya dalam khitanan ini.

Akhirnya penjahitan itu selesai juga. Waktu telah berlalu selama sekitar 30 menit. Penis setelah diolesi krim antibiotika Bactoderm, diberi kain kasa steril dan diplester ke kulit dinding perut bagian bawah pasien A.

A turun dari bed pemeriksaan dan memakai celana pendeknya kembali. Saya suguhkan segelas teh manis hangat kepada pasien A. Saya meminta A agar meminum kapsul antibiotika dan sepotong tablet pain killer. Saya adviskan agar pasien A kontrol untuk melihat bekas lukanya 3 hari kemudian.

Tugas saya selesai sudah. Pasien A dan seluruh anggota keluarganya mohon pamit kepada kami dan mengucapkan terima kasih. Semua merasa lega dan tersenyum, karena proses khitanan tidak memakan banyak waktu.

Setelah mereka meninggalkan Ruang Tunggu, saya merasa lega karena tugas saya sudah selesai dengan baik.

Selamat siang.-