Kemarin siang ketika mendengarkan siaran Metro TV, ada selingan siaran kampanye Capres pada Pemilu 2009 y.a.d.
Saya mendengar profile seorang Capres dari sebuah partai politik mantan anggota ABRI. Dikatakan bahwa Capres ini mempunyai banyak kemampuan ( maklumlah namanya juga Kampanye ) antara lain beliau ini menguasi 5 bahasa asing. Tidak disebutkan bahasa asing apa saja.
Saya membatin, hebat ya Capres ini. Kalau nanti benar jadi Presiden R.I., mudah berkomunikasi dengan para Pemimpin dunia. Tidak perlu Juru bahasa lagi.
Bagi saya jangankan 5 bahasa asing, satu bahasa Inggris ( yang menjadi bahasa dunia ) saja masih sulit dikuasai. Melihat Film saya mesti membaca teks agar mengerti jalan cerita film tsb.
Pikiran saya flashback ke tahun 2005 ketika saya mengikuti English course, kursus Inggris di Gereja kami.
Suatu saat ada pengumuman akan diadakan Kursus 2 bahasa asing yaitu Bahasa Inggris dan Belanda. Saya mengeluh mengapa bahasa Mandarin tidak ada. Sebenarnya Gereja dapat mencari Lawse ( guru ) bahasa Mandarin untuk mengajar anggota jemaat Gereja kami. Informasi selanjutnya kursus bahasa Mandarin menyusul. Ternyata sampai tahun kedua, kursus ini tidak ada.
Saya mendengar profile seorang Capres dari sebuah partai politik mantan anggota ABRI. Dikatakan bahwa Capres ini mempunyai banyak kemampuan ( maklumlah namanya juga Kampanye ) antara lain beliau ini menguasi 5 bahasa asing. Tidak disebutkan bahasa asing apa saja.
Saya membatin, hebat ya Capres ini. Kalau nanti benar jadi Presiden R.I., mudah berkomunikasi dengan para Pemimpin dunia. Tidak perlu Juru bahasa lagi.
Bagi saya jangankan 5 bahasa asing, satu bahasa Inggris ( yang menjadi bahasa dunia ) saja masih sulit dikuasai. Melihat Film saya mesti membaca teks agar mengerti jalan cerita film tsb.
Pikiran saya flashback ke tahun 2005 ketika saya mengikuti English course, kursus Inggris di Gereja kami.
Suatu saat ada pengumuman akan diadakan Kursus 2 bahasa asing yaitu Bahasa Inggris dan Belanda. Saya mengeluh mengapa bahasa Mandarin tidak ada. Sebenarnya Gereja dapat mencari Lawse ( guru ) bahasa Mandarin untuk mengajar anggota jemaat Gereja kami. Informasi selanjutnya kursus bahasa Mandarin menyusul. Ternyata sampai tahun kedua, kursus ini tidak ada.
Tidak ada kemampuan berbahasa Mandarin ketika melancong ke Singapore atau Hongkong, sangat sulit berkomunikasi dengan masyarakat disana. Mereka juga tidak semuanya dapat berbahasa Inggris. Kalau shoping, maka Kalkulator menjadi sarana penghubung dalam acara tawar-menawart barang belanjaan. Kalau kita menawar dalam bahasa Mandarin maka harga menjadi lebih murah. Kalau tidak, mereka akan pasang harga semaunya. Kita juga sering menawar semaunya juga, biasanya 50 % dari harga yang diberikan. Pedagang di Kios-kios di Orchard Road ( salah satu pusat perbelanjaan di Singapore ) sering memasang harga tinggi. Kalkulator sering berpindah tangan untuk saling tawar menawar dengan menekan keypad Kalkulator. Lucu juga rasanya.
Pada awal Kursus Inggris yang saya ikuti terdapat 20 murid termasuk saya. Hari pertama kursus ruangan rapat Serba Guna yang dipakai kursus, terisi penuh. Bulan demi bulan jumlah pengikut kursus makin menurun dan tersisa 8 student saja yang terdiri dari Ibu-ibu Rumah Tangga, dan saya adalah satu-satunya dokter yang kesasar di Kursus Inggris ini.
Saya pernah ditanya oleh English teacher kami, Mrs. Weni ( bukan nama sebenarnya ) seorang Ibu mantan Guru T.K. Pelita Harapan, Jakarta yang juga anggota jemaat Gereja kami. Hubungan kami sudah cukup akrab dan beliau pernah datang berobat 2 kali kepada saya.
“Apa alasan Pak Basuki, mengikuti kursus ini?” beliau bertanya heran.
Untuk apa saya ikut English course?
Saya menjawab “Alasan utama saya adalah agar saya dapat mendengar dialog dalam Film-film di TV yang hampir semuanya dalam bahasa Inggris. Saya sering kali harus membaca teks agar dapat mengikuti jalan cerita film tsb.”
“Saya juga sama. Tidak semua ucapan pemain Film itu mudah dimengerti, karena pemain Film-film USA berasal dari bermacam Negara Bagian Amerika. Logat mereka sering kali sukar dimengerti oleh kita. Kadang kala saya juga harus baca teksnya.” beliau menambahkan.
Mengikuti Kursus ini kadang membingungkan saya, sebab dari 8 student terdiri dari Multilevel dalam kemampuan bahasa Inggris. Ada yang sudah lancar, ada yang baru lancar dan ada yang masih sulit mengikuti kursus. Saya mungin masuk kategori kedua tadi.
Saya mengusulkan agar peserta dibagi dalam 2 kelompok yaitu Kelompok Pemula dan Kelompok Lanjutan. Peserta Kelompok Pemula jangan mengikuti Kursus Kelompok Lanjutan, tahun depan boleh mengikuti Kelompok Lanjutan. Usul diterima, tetapi apa yang terjadi? Selesai jam Kursus Pemula dan ketika ruangan kelas akan digunakan oleh Kelompok Lanjutan, mereka tidak mau keluar Ruang kelas dan ingin mengikuti Kursus Kelompok Lanjutan. Ya sama saja, kalau begitu. Huh..jengkel juga saya.
Apa sebabnya?
Beberapa kali Sdr. Halim ( bukan nama sebenarnya ) kalau bertanya dan diberi penjelasan oleh teacher akan memakan waktu sampai 10 menit untuk sebuah pertanyaan saja. Waktu yang tersisa menjadi sedikit dari 60 menit setiap kunjungan belajar. Lalu kapan kami akan makin pandai. Ya maklumlah kalau kelasnya masih Multilevel.
Masuk bulan kedua, kami diberi tugas dan diberi waktu 1 mingu ( minggu berikutnya ) masing-masing student untuk membuat suatu presentasi atau semacam pidato di muka kelas dengan topik yang diberikan oleh teacher kami.
Topiknya adalah sebuah nama bunga bagi setiap student. Ada yang mendapat Bunga Mawar, Bunga Anggrek dll. Saya mendapat jatah topik Bunga Melati ( Jasmine ).
Setiap student harus membuat karangan tentang tiap bunga pemberian teacher. Yang dibahas adalah: apa nama Bunga itu dalam bahasa Latin, apa warna bunga tsb?, bagaimana daun, akar dan batangnya? bagaimana cara menanamnya? bagaimana prospek ekonominya? Dll Wah mirip membuat tesis.
Lembar kertas karangan itu minggu depan harus diserahkan kepada teacher dan setiap student berdiri di depan kelas dan cerita tentang bunga jatah masing-masing. Rupanya isi semacam test bagi kami untuk melihat sampai dimana kemampuan bahasa Inggris kami. Tugas ini cukup sulit, apalagi bagi Ibu-ibu Rumah Tangga yang masih level Pemula.
Semula saya juga bungung, mau bicara apa tentang bunga Melati ini. Tidak banyak buku yang dijual tentang bunga ini. Saya teringat Mr. Google di Internet. Beliau mempunyai database yang cukup banyak tentang segala hal. Saya snagat berterima kasih kepada Mr. Google yang alamatnya ada di Internet ( http://www.google.com ).
Dari hasil googling saya mendapat beberapa artikel tentang Jasmine yang kemudian saya rangkum menjadi satu karangan sepanjang 1 halaman Folio. Tidak lupa saya insert-kan sebuah Foto sekuntum Jasmine yang berwarna daun Hijau dan warna putih bunga Melati.
Rangkuman itu saya hafalkan mati-matian agar pada saatnya saya bisa ngoceh tentang Jasmine. Hah…lebih mudah untuk menyuntikobat ke pasien secara intra vena ( langsung ke dalam pembuluh darah balik ) dari pada harus menghafal materi Jasmine ini. Benar-benar suatu ujian bagi kami semua. Apakah semua student berbuat yang sama dengan saya? Ternyata tidak!
Tanggal main telah tiba. Kami semua tegang. Siapa korban pertama? Ia adalah seorang Ibu Rumah tangga yang kebetulan duduk di baris depan ( giliran dimulai dari baris depan dan saya duduk di sampingnya yang bakal jadi korban berikutnya ).
Dengan susah payah, Ibu ini ( tidak mau memberikan naskahnya kepada teacher ) membaca kata demi kata apa yang tertulis di kertasnya. Entah siapa yang membuatnya. Mungkin anaknya yang murid SMU. Bunga Mawar ( topik yang terkenal ) di ceritakan dengan suara yang terbata-bata. Saya merasa kasihan kepadanya. Membaca saja sulit, apalagi pidato tanpa teks. Ya itulah tugas kami, sepertinya kami dibantai satu per satu. Ditelanjangi di depan kelas. Hi..hi..malunya kalau gagal.
Jantung saya berdebar-debar juga. Apakah saya mampu menyelesaikan tugas berpidato dalam bahasa Inggris tentang Jasmine di depan 9 orang di ruangan kelas Inggris kami?
10 menit selesailah sudah pembacaan Bunga Mawar itu dan tibalah giliran saya sebagai korban kedua, pikir saya.
Setelah saya menyerahkan karangan saya yang saya print dalam sehelai kertas HVS ukuran Folio, saya berdiri di depan kelas menghadapi teacher dan para student, teman-teman sekelas saya.
Saya meyampaikan salam “Good morning every body”, kemudian saya mulai berpidato ( seperti memberi presentasi bagi murid mahasiswa STIKES ). Saya keluarkan semua apa yang dapat saya hafalkan. Semua saya keluarkan dari memori saya kalimat demi kalimat, nyaris seperti apa yang tersurat dalam karangan saya itu.
Sambil mendengarkan pidato saya, teacher memperhatikan kalimat demi kalimat yang tertulis di lembar kertas yang beliau pegang. Sekali-kali saya melihat wajahnya yang mengangguk-angguk. Mungkin keinginan teacher memberi tugas ini dapat dikerjakan dengan baik oleh saya. Saya tidak tahu, sebab beliau sampai saat ini tidak berkata apa-apa tentang presentasi saya itu.
2 student selanjutnya menjadi korban juga. Dan berakhirlah 60 menit pada kelas Inggris kami ini. Sayang minggu berikutnya pelajaran sudah berganti dengan topik lain.
Setelah 6 bulan berjalan mengikuti English course ini, saya tetap tidak dapat mendengarkan dialog pemain di Film yang disiarkan di TV. Sepertinya saya berjalan di tempat saja. Keinginan saya tidak terkabul, maklumlah Multilevel course. Mungkin saya harus ambil Private les, khusus English Conversation yang dapat melatih Hearing ( mendengarkan ). Hal ini belum sempat saya lakukan karena ada kesibukan lain.
Minggu berikutnya saya menulis surat dalam bahasa Inggris yang ditujukan kepada teacher kami yang isinya bahwa saya mengundurkan diri dari English course ini dan menyampaikan ucapan banyak terima kasih atas semua yang sudah diberikan kepada kami.
Banyak student yang terheran-heran, mengapa saya jadi sering bolos ikut kursus. Lho.. kan saya sudah mengundurkan diri. Rupanya teacher tidak memberitahukan kepada para student yang lain.
Hubungan antara Mrs. Weni dan saya masih terjalin baik. Beliau sering berkonsultasi tentang kesehatannya kepada saya. Jadi win-win solution-lah. Saya bertanya tentang bahasa Inggris dan beliau bertanya tentang kesehatan. Impas.
Pada awal Kursus Inggris yang saya ikuti terdapat 20 murid termasuk saya. Hari pertama kursus ruangan rapat Serba Guna yang dipakai kursus, terisi penuh. Bulan demi bulan jumlah pengikut kursus makin menurun dan tersisa 8 student saja yang terdiri dari Ibu-ibu Rumah Tangga, dan saya adalah satu-satunya dokter yang kesasar di Kursus Inggris ini.
Saya pernah ditanya oleh English teacher kami, Mrs. Weni ( bukan nama sebenarnya ) seorang Ibu mantan Guru T.K. Pelita Harapan, Jakarta yang juga anggota jemaat Gereja kami. Hubungan kami sudah cukup akrab dan beliau pernah datang berobat 2 kali kepada saya.
“Apa alasan Pak Basuki, mengikuti kursus ini?” beliau bertanya heran.
Untuk apa saya ikut English course?
Saya menjawab “Alasan utama saya adalah agar saya dapat mendengar dialog dalam Film-film di TV yang hampir semuanya dalam bahasa Inggris. Saya sering kali harus membaca teks agar dapat mengikuti jalan cerita film tsb.”
“Saya juga sama. Tidak semua ucapan pemain Film itu mudah dimengerti, karena pemain Film-film USA berasal dari bermacam Negara Bagian Amerika. Logat mereka sering kali sukar dimengerti oleh kita. Kadang kala saya juga harus baca teksnya.” beliau menambahkan.
Mengikuti Kursus ini kadang membingungkan saya, sebab dari 8 student terdiri dari Multilevel dalam kemampuan bahasa Inggris. Ada yang sudah lancar, ada yang baru lancar dan ada yang masih sulit mengikuti kursus. Saya mungin masuk kategori kedua tadi.
Saya mengusulkan agar peserta dibagi dalam 2 kelompok yaitu Kelompok Pemula dan Kelompok Lanjutan. Peserta Kelompok Pemula jangan mengikuti Kursus Kelompok Lanjutan, tahun depan boleh mengikuti Kelompok Lanjutan. Usul diterima, tetapi apa yang terjadi? Selesai jam Kursus Pemula dan ketika ruangan kelas akan digunakan oleh Kelompok Lanjutan, mereka tidak mau keluar Ruang kelas dan ingin mengikuti Kursus Kelompok Lanjutan. Ya sama saja, kalau begitu. Huh..jengkel juga saya.
Apa sebabnya?
Beberapa kali Sdr. Halim ( bukan nama sebenarnya ) kalau bertanya dan diberi penjelasan oleh teacher akan memakan waktu sampai 10 menit untuk sebuah pertanyaan saja. Waktu yang tersisa menjadi sedikit dari 60 menit setiap kunjungan belajar. Lalu kapan kami akan makin pandai. Ya maklumlah kalau kelasnya masih Multilevel.
Masuk bulan kedua, kami diberi tugas dan diberi waktu 1 mingu ( minggu berikutnya ) masing-masing student untuk membuat suatu presentasi atau semacam pidato di muka kelas dengan topik yang diberikan oleh teacher kami.
Topiknya adalah sebuah nama bunga bagi setiap student. Ada yang mendapat Bunga Mawar, Bunga Anggrek dll. Saya mendapat jatah topik Bunga Melati ( Jasmine ).
Setiap student harus membuat karangan tentang tiap bunga pemberian teacher. Yang dibahas adalah: apa nama Bunga itu dalam bahasa Latin, apa warna bunga tsb?, bagaimana daun, akar dan batangnya? bagaimana cara menanamnya? bagaimana prospek ekonominya? Dll Wah mirip membuat tesis.
Lembar kertas karangan itu minggu depan harus diserahkan kepada teacher dan setiap student berdiri di depan kelas dan cerita tentang bunga jatah masing-masing. Rupanya isi semacam test bagi kami untuk melihat sampai dimana kemampuan bahasa Inggris kami. Tugas ini cukup sulit, apalagi bagi Ibu-ibu Rumah Tangga yang masih level Pemula.
Semula saya juga bungung, mau bicara apa tentang bunga Melati ini. Tidak banyak buku yang dijual tentang bunga ini. Saya teringat Mr. Google di Internet. Beliau mempunyai database yang cukup banyak tentang segala hal. Saya snagat berterima kasih kepada Mr. Google yang alamatnya ada di Internet ( http://www.google.com ).
Dari hasil googling saya mendapat beberapa artikel tentang Jasmine yang kemudian saya rangkum menjadi satu karangan sepanjang 1 halaman Folio. Tidak lupa saya insert-kan sebuah Foto sekuntum Jasmine yang berwarna daun Hijau dan warna putih bunga Melati.
Rangkuman itu saya hafalkan mati-matian agar pada saatnya saya bisa ngoceh tentang Jasmine. Hah…lebih mudah untuk menyuntikobat ke pasien secara intra vena ( langsung ke dalam pembuluh darah balik ) dari pada harus menghafal materi Jasmine ini. Benar-benar suatu ujian bagi kami semua. Apakah semua student berbuat yang sama dengan saya? Ternyata tidak!
Tanggal main telah tiba. Kami semua tegang. Siapa korban pertama? Ia adalah seorang Ibu Rumah tangga yang kebetulan duduk di baris depan ( giliran dimulai dari baris depan dan saya duduk di sampingnya yang bakal jadi korban berikutnya ).
Dengan susah payah, Ibu ini ( tidak mau memberikan naskahnya kepada teacher ) membaca kata demi kata apa yang tertulis di kertasnya. Entah siapa yang membuatnya. Mungkin anaknya yang murid SMU. Bunga Mawar ( topik yang terkenal ) di ceritakan dengan suara yang terbata-bata. Saya merasa kasihan kepadanya. Membaca saja sulit, apalagi pidato tanpa teks. Ya itulah tugas kami, sepertinya kami dibantai satu per satu. Ditelanjangi di depan kelas. Hi..hi..malunya kalau gagal.
Jantung saya berdebar-debar juga. Apakah saya mampu menyelesaikan tugas berpidato dalam bahasa Inggris tentang Jasmine di depan 9 orang di ruangan kelas Inggris kami?
10 menit selesailah sudah pembacaan Bunga Mawar itu dan tibalah giliran saya sebagai korban kedua, pikir saya.
Setelah saya menyerahkan karangan saya yang saya print dalam sehelai kertas HVS ukuran Folio, saya berdiri di depan kelas menghadapi teacher dan para student, teman-teman sekelas saya.
Saya meyampaikan salam “Good morning every body”, kemudian saya mulai berpidato ( seperti memberi presentasi bagi murid mahasiswa STIKES ). Saya keluarkan semua apa yang dapat saya hafalkan. Semua saya keluarkan dari memori saya kalimat demi kalimat, nyaris seperti apa yang tersurat dalam karangan saya itu.
Sambil mendengarkan pidato saya, teacher memperhatikan kalimat demi kalimat yang tertulis di lembar kertas yang beliau pegang. Sekali-kali saya melihat wajahnya yang mengangguk-angguk. Mungkin keinginan teacher memberi tugas ini dapat dikerjakan dengan baik oleh saya. Saya tidak tahu, sebab beliau sampai saat ini tidak berkata apa-apa tentang presentasi saya itu.
2 student selanjutnya menjadi korban juga. Dan berakhirlah 60 menit pada kelas Inggris kami ini. Sayang minggu berikutnya pelajaran sudah berganti dengan topik lain.
Setelah 6 bulan berjalan mengikuti English course ini, saya tetap tidak dapat mendengarkan dialog pemain di Film yang disiarkan di TV. Sepertinya saya berjalan di tempat saja. Keinginan saya tidak terkabul, maklumlah Multilevel course. Mungkin saya harus ambil Private les, khusus English Conversation yang dapat melatih Hearing ( mendengarkan ). Hal ini belum sempat saya lakukan karena ada kesibukan lain.
Minggu berikutnya saya menulis surat dalam bahasa Inggris yang ditujukan kepada teacher kami yang isinya bahwa saya mengundurkan diri dari English course ini dan menyampaikan ucapan banyak terima kasih atas semua yang sudah diberikan kepada kami.
Banyak student yang terheran-heran, mengapa saya jadi sering bolos ikut kursus. Lho.. kan saya sudah mengundurkan diri. Rupanya teacher tidak memberitahukan kepada para student yang lain.
Hubungan antara Mrs. Weni dan saya masih terjalin baik. Beliau sering berkonsultasi tentang kesehatannya kepada saya. Jadi win-win solution-lah. Saya bertanya tentang bahasa Inggris dan beliau bertanya tentang kesehatan. Impas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar