Kisah ini terjadi pada pertengahan tahun 1999 ketika saya masih bekerja di Lapas I ( Lembaga Pemasyarakatan Kelas I ) Cirebon. Napi ( narapidana ) Udin ( pria, bukan nama sebenarnya ), 25 tahun, dirawat diruang perawatan karena sakit maag yang khronis. Profil tubuhnya kurus akibat gangguan pencernaan yang menahun.
Napi Udin menempati kamar bersama Napi Alimin ( bukan nama sebenarnya ), 30 tahun. Alimin dipidana mati karena tersangkut perkasa Narkotik. Alimin masih menunggu kapan dilakukan eksekusi hukumannya. Alimin pasrah akan nasibnya. Sehari-hari Alimin banyak menolong Napi-Napi yang menderita sakit. Ia turut membantu mengawasi dan memberi obat yang didapat dari Poliklinik L.P.kepada Napi yang sakit.
Suatu hari ada laporan bahwa mata Napi Udin mengeluarkan darah. Laporan tersebut sudah terjadi sebanyak 2 kali. Hasil pemeriksaan fisik terhadap tubuh Udin tidak menunjukkan kelainan pada daerah sekitar kedua matanya. Saya hanya menemukan sisa bekuan darah yang merupakan garis lurus dari mata kiri Udin sampai ke daerah pipi kiri. Oleh karena saya menganggap keadaan Udin tidak mengkhawatirkan, saya hanya memberikan Kalk tablet untuk mempercepat proses pembekuan darahnya.
Saya belum pernah menemui pasien dengan gejala seperti Napi Udin. Apa istilah Medisnya? Saya sampai saat ini belum menemukannya. Untuk menindak lanjuti gejala ini, saya mengusulkan kepada Kepala Lapas I Cirebon, agar Napi Udin dilakukan pemeriksaan Darah di Laboratorium Klinik. Beliau menyetujuinya. Petugas Laboratprium Klinik yang dipanggil, datang untuk mengambil darah Udin. Ternyata hasilnya normal. Saya mempunyai firasat jangan-jangan darah yang keluar dari mata Udin ini adalah tidak benar alias hasil rekayasa Udin sendiri.
2 hari kemudian kondisi Napi Udin memburuk, tidak mau makan dan badannya lemas. Melihat kondisi Udin yang memburuk ini, Udin dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati, Cirebon. Kaki Udin dirantai ke tiang besi tempat tidur Rumah Sakit dan dipasang kunci gembok. Selama 24 jam secara bergantian Napi Udin diawasi oleh petugas keamanan dari Lapas. Tindakan pengamanan ini dilakukan untuk mencegah kaburnya Napi yang dirawat di Rumah Sakit.
Setelah Napi Udin dirawat di R.S.U, Napi Alimin mendekati saya dan melapor dengan bisik-bisik bahwa mata Udin sebenarnya tidak apa-apa. Saya tertegun.
Saya bertanya kepada Alimin, “Min, mengapa bisa ada darah keluar dari mata Udin?”
Alimin menjawab “Ia menggigit ujung jari tangannya sehingga berdarah dan darahnya itu ditempelkan ke bawah mata kirinya sehingga seolah-olah mata kirinya mengeluarkan darah.”
“Bagaimana kamu tahu, Min” saya mendesak.
Alimin menjawab, “Kebetulan suatu saat saya mengintip kelakukan Udin karena saya sekamar dengannya.”
“Min, mengapa kamu baru melapor sekarang?” saya marah karena dikerjaiin Napi.
Alimin menjawab, “Saya takut melaporkan hal ini, Dok.”
“Takut apa, Min “ saya bertanya.
Alimin tidak menjawab.
Mungkin takut akan diganggu oleh teman-teman si Udin yang statusnya sebagai Napi juga. Firasat saya benar, darah yang keluar dari mata Udin adalah hasil rekayasa Napi Udin sendiri. Ia berbuat demikian agar dianggap sakit berat.
Napi yang sakit berat biasanya akan dirawat di Rumah Sakit Umum. Dalam perjalanan dari Lapas ke RSUD dan selama Napi dirawat terdapat peluang untuk melarikan diri.
Nah peluang ini yang dicoba oleh Napi Udin. Udin kecewa karena pengawalan yang ketat ia gagal kabur.
Sekembalinya dari perawatan di RSUD, Napi Udin saya gertak, “Din, rahasiamu sudah terbongkar. Mata kirimu tidak apa-apa, hanya pikiranmu yang sakit. Awas kau bila macam-macam lagi.”
Udin menunduk ketakutan. Sejak saat itu tidak ada lagi laporan bahwa mata Napi Udin mengeluarkan darah.
Kalau kita, petugas Lapas tidak waspada, kita pasti kecolongan. Kadang-kadang kita mesti memanfaatkan Indera ke 6 atau perasaan hati kecil kita.
Pengalaman bertambah satu lagi ketika saya bekerja di Lapas I Cirebon.
Napi Udin menempati kamar bersama Napi Alimin ( bukan nama sebenarnya ), 30 tahun. Alimin dipidana mati karena tersangkut perkasa Narkotik. Alimin masih menunggu kapan dilakukan eksekusi hukumannya. Alimin pasrah akan nasibnya. Sehari-hari Alimin banyak menolong Napi-Napi yang menderita sakit. Ia turut membantu mengawasi dan memberi obat yang didapat dari Poliklinik L.P.kepada Napi yang sakit.
Suatu hari ada laporan bahwa mata Napi Udin mengeluarkan darah. Laporan tersebut sudah terjadi sebanyak 2 kali. Hasil pemeriksaan fisik terhadap tubuh Udin tidak menunjukkan kelainan pada daerah sekitar kedua matanya. Saya hanya menemukan sisa bekuan darah yang merupakan garis lurus dari mata kiri Udin sampai ke daerah pipi kiri. Oleh karena saya menganggap keadaan Udin tidak mengkhawatirkan, saya hanya memberikan Kalk tablet untuk mempercepat proses pembekuan darahnya.
Saya belum pernah menemui pasien dengan gejala seperti Napi Udin. Apa istilah Medisnya? Saya sampai saat ini belum menemukannya. Untuk menindak lanjuti gejala ini, saya mengusulkan kepada Kepala Lapas I Cirebon, agar Napi Udin dilakukan pemeriksaan Darah di Laboratorium Klinik. Beliau menyetujuinya. Petugas Laboratprium Klinik yang dipanggil, datang untuk mengambil darah Udin. Ternyata hasilnya normal. Saya mempunyai firasat jangan-jangan darah yang keluar dari mata Udin ini adalah tidak benar alias hasil rekayasa Udin sendiri.
2 hari kemudian kondisi Napi Udin memburuk, tidak mau makan dan badannya lemas. Melihat kondisi Udin yang memburuk ini, Udin dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati, Cirebon. Kaki Udin dirantai ke tiang besi tempat tidur Rumah Sakit dan dipasang kunci gembok. Selama 24 jam secara bergantian Napi Udin diawasi oleh petugas keamanan dari Lapas. Tindakan pengamanan ini dilakukan untuk mencegah kaburnya Napi yang dirawat di Rumah Sakit.
Setelah Napi Udin dirawat di R.S.U, Napi Alimin mendekati saya dan melapor dengan bisik-bisik bahwa mata Udin sebenarnya tidak apa-apa. Saya tertegun.
Saya bertanya kepada Alimin, “Min, mengapa bisa ada darah keluar dari mata Udin?”
Alimin menjawab “Ia menggigit ujung jari tangannya sehingga berdarah dan darahnya itu ditempelkan ke bawah mata kirinya sehingga seolah-olah mata kirinya mengeluarkan darah.”
“Bagaimana kamu tahu, Min” saya mendesak.
Alimin menjawab, “Kebetulan suatu saat saya mengintip kelakukan Udin karena saya sekamar dengannya.”
“Min, mengapa kamu baru melapor sekarang?” saya marah karena dikerjaiin Napi.
Alimin menjawab, “Saya takut melaporkan hal ini, Dok.”
“Takut apa, Min “ saya bertanya.
Alimin tidak menjawab.
Mungkin takut akan diganggu oleh teman-teman si Udin yang statusnya sebagai Napi juga. Firasat saya benar, darah yang keluar dari mata Udin adalah hasil rekayasa Napi Udin sendiri. Ia berbuat demikian agar dianggap sakit berat.
Napi yang sakit berat biasanya akan dirawat di Rumah Sakit Umum. Dalam perjalanan dari Lapas ke RSUD dan selama Napi dirawat terdapat peluang untuk melarikan diri.
Nah peluang ini yang dicoba oleh Napi Udin. Udin kecewa karena pengawalan yang ketat ia gagal kabur.
Sekembalinya dari perawatan di RSUD, Napi Udin saya gertak, “Din, rahasiamu sudah terbongkar. Mata kirimu tidak apa-apa, hanya pikiranmu yang sakit. Awas kau bila macam-macam lagi.”
Udin menunduk ketakutan. Sejak saat itu tidak ada lagi laporan bahwa mata Napi Udin mengeluarkan darah.
Kalau kita, petugas Lapas tidak waspada, kita pasti kecolongan. Kadang-kadang kita mesti memanfaatkan Indera ke 6 atau perasaan hati kecil kita.
Pengalaman bertambah satu lagi ketika saya bekerja di Lapas I Cirebon.
hahahaha...
BalasHapus'menghalalkan segala cara' ya Dok ?
To Pande Baik: kalau bisa kabur kenapa engga? Urusan belakangan... Efek jera yang diberikan sering kali tidak mempan. Alasannya enak hidup didalam, setiap hari pasti makan sehari 3 kali ( meskipun hanya kangkung dan ikan asin ), mandi air bersih selalu ada, kalau sakit ada yang ngobatin.Kalau hidup di luar cari makan susah, apalagi punya rumah. Kalau hidup di dalam: makan, nginap, sakit semuanya Free. Ya susah kalau punya ideologi spt itu. Siapa yang mau hidup di dalam situ seterusnya. Ada yang berpendapat spt itu. Ya sudah mau apa lagi. Pembinaan yang diberikan kepada mereka seolah hasilnya Nol Besar.
BalasHapus