Sore hari diatas banyak awan hitam. Mungkin nanti sore akan turun hujan di kota kami.
Saya teringat kejadian mingu yang lalu. Kisahnya begini.
Minggu yang lalu saya mempekerjakan 2 orang Tukang. Tugas mereka mencat jendela rumah kami yang sudah kusam akibat paparan sinar matahari bertahun-tahun.
Malam hari turun hujan dan lantai kamar putra kami basah akibat air mengalir di tembok. Rupanya air hujan yang merembes dari atap yang bocor.
Biasanya saya sendiri yang memperbaiki kerusakan kecil dalam rumah kami. Untuk urusan naik ke atap rumah untuk perbaiki genteng yang bocor, saya paling pantang melakukannya. Resiko terlalu besar, saya khawatir jatuh dan lebih baik pangil tukang yang biasa naik ke atas atap rumah.
Setelah naik ke atas, Pak A melaporkan bahwa kebocoran berasal dari genteng yang pecah dan genteng-genteng rumah kami sudah perlu diganti karena rapuh dan mudah pecah. Saya mengerti rumah yang kami tempati sejak 1991 sudah waktunya banyak perbaikan termasuk ganti genteng dan kayu yang lapuk.
Pak A, sang Tukang berkata ”Pak, sebaiknya genteng-genteng itu diganti, sebab mudah pecah kalau turun hujan besar.”
Saya menjawab “Iya kami ada rencana untuk itu, tapi nanti saja kalau musim kemarau.”
Pak ngeyel “Besok saja Pak digantinya.”
Dalam benak Pak A, rupanya membeli ribuan genteng, kayu dan ongkos tukang bagi Dokter merupakan masalah kecil. Pak A ini beranggapan uang tidak masalah bagi Dokter. Dokter sendiri dapat uang antara lain dari pasien juga. Lha kalau dia dan keluarganya kalau berobat maunya gratis lalu Dokter dapat uang dari mana? Harus ngumpulin dulu bukan?
Pak A berkata lagi “Sekarang saja Pak digantinya, kalau dibiarkan malah makin rusak.”
Saya menjawab “O….tidak ada orang yang ganti genteng atap rumah dalam musim hujan. Kalau hujan air akan membasahi rumah.”
Pak A berkata lagi “Kalau kami mau pulang sore hari, kami pasang lembaran terpal plastik agar air hujan tidak jatuh ke dalam rumah. Saat ini kami belum ada panggilan untuk bekerja, jadi kami bisa kerja besok atu lusa”
Nah ketahuan rahasianya kenapa ia ngotot minta pekerjaan. Ia sedang tidak ada kerjaan dan tidak punya uang, lalu ngotot minta pekerjaan dari saya untuk mengganti semua genteng atap rumah kami. Biayanya cukup banyak untuk bahan dan ongkos kerja Tukang.
Kalau alasan uang yang Pak A pakai untuk bertanya, maka saya pakai juga alasan uang untuk menjawabnya.
Pak A berkata “Kenapa Pak Dokter tidak segera mengganti genteng itu sekarang?”
Saya menjawab dengan sebuah pertanyaan “Pak A, untuk semuanya saya harus menyediakan banyak uang bukan? Uangnya belum tersedia sekarang. Lalu saya beli genteng, kayu dan bayar ongkos Tukang dengan apa?”
Pak A tersentak juga. Dia tidak sadar bahwa masalah keuangan dalam jumlah jutaan juga merupakan problem bagi Dokter. Dia pikir Dokter seperti mesin ATM yang setiap saat dapat diambil uangnya. Enak juga kalau begitu, tetapi kalau setiap hari diambil dan tidak penah mengisi mesin itu, tentu suatu saat mesin ini tidak dapat mengeluarkan uang lagi.
Pesan moralnya:
Janganlah memaksakan kehendak kita kepada orang lain, tetapi bertindaklah win-win solution yang lebih bijaksana.
Saya teringat kejadian mingu yang lalu. Kisahnya begini.
Minggu yang lalu saya mempekerjakan 2 orang Tukang. Tugas mereka mencat jendela rumah kami yang sudah kusam akibat paparan sinar matahari bertahun-tahun.
Malam hari turun hujan dan lantai kamar putra kami basah akibat air mengalir di tembok. Rupanya air hujan yang merembes dari atap yang bocor.
Biasanya saya sendiri yang memperbaiki kerusakan kecil dalam rumah kami. Untuk urusan naik ke atap rumah untuk perbaiki genteng yang bocor, saya paling pantang melakukannya. Resiko terlalu besar, saya khawatir jatuh dan lebih baik pangil tukang yang biasa naik ke atas atap rumah.
Setelah naik ke atas, Pak A melaporkan bahwa kebocoran berasal dari genteng yang pecah dan genteng-genteng rumah kami sudah perlu diganti karena rapuh dan mudah pecah. Saya mengerti rumah yang kami tempati sejak 1991 sudah waktunya banyak perbaikan termasuk ganti genteng dan kayu yang lapuk.
Pak A, sang Tukang berkata ”Pak, sebaiknya genteng-genteng itu diganti, sebab mudah pecah kalau turun hujan besar.”
Saya menjawab “Iya kami ada rencana untuk itu, tapi nanti saja kalau musim kemarau.”
Pak ngeyel “Besok saja Pak digantinya.”
Dalam benak Pak A, rupanya membeli ribuan genteng, kayu dan ongkos tukang bagi Dokter merupakan masalah kecil. Pak A ini beranggapan uang tidak masalah bagi Dokter. Dokter sendiri dapat uang antara lain dari pasien juga. Lha kalau dia dan keluarganya kalau berobat maunya gratis lalu Dokter dapat uang dari mana? Harus ngumpulin dulu bukan?
Pak A berkata lagi “Sekarang saja Pak digantinya, kalau dibiarkan malah makin rusak.”
Saya menjawab “O….tidak ada orang yang ganti genteng atap rumah dalam musim hujan. Kalau hujan air akan membasahi rumah.”
Pak A berkata lagi “Kalau kami mau pulang sore hari, kami pasang lembaran terpal plastik agar air hujan tidak jatuh ke dalam rumah. Saat ini kami belum ada panggilan untuk bekerja, jadi kami bisa kerja besok atu lusa”
Nah ketahuan rahasianya kenapa ia ngotot minta pekerjaan. Ia sedang tidak ada kerjaan dan tidak punya uang, lalu ngotot minta pekerjaan dari saya untuk mengganti semua genteng atap rumah kami. Biayanya cukup banyak untuk bahan dan ongkos kerja Tukang.
Kalau alasan uang yang Pak A pakai untuk bertanya, maka saya pakai juga alasan uang untuk menjawabnya.
Pak A berkata “Kenapa Pak Dokter tidak segera mengganti genteng itu sekarang?”
Saya menjawab dengan sebuah pertanyaan “Pak A, untuk semuanya saya harus menyediakan banyak uang bukan? Uangnya belum tersedia sekarang. Lalu saya beli genteng, kayu dan bayar ongkos Tukang dengan apa?”
Pak A tersentak juga. Dia tidak sadar bahwa masalah keuangan dalam jumlah jutaan juga merupakan problem bagi Dokter. Dia pikir Dokter seperti mesin ATM yang setiap saat dapat diambil uangnya. Enak juga kalau begitu, tetapi kalau setiap hari diambil dan tidak penah mengisi mesin itu, tentu suatu saat mesin ini tidak dapat mengeluarkan uang lagi.
Pesan moralnya:
Janganlah memaksakan kehendak kita kepada orang lain, tetapi bertindaklah win-win solution yang lebih bijaksana.
Umumnya orang hanya memandang kita hanya dari segi pekerjaan dan keturunan aja, misalnya saja pak Dokter yang dianggap sebagai orang yang paling mudah mendapatkan uang dalam waktu sekejab, begitu juga dengan warga keturunan Tionghoa yang dianggap selalu kaya raya, padahal nggak semuanya seperti itu kan Dok???
BalasHapusItu alasannya mengapa saat ini masih saja terjadi diskriminasi antar keturunan jika kita mengalami suatu masalah...
To Rudy: benar, kalau meminta tentu kpd orang yang berpunya ( materi, ilmu, kebijaksaan, waktu dll ).
BalasHapusOrang yg berhasil adalah orang yang bekerja keras.
Kita lebih baik banyak memberi ( bukan hanya metari saja tetapi dapat juga berupa perhatian, nasihat dll )dari pada menerima.
Sering kali kita menemukan orang yang hanya mau menerima saja.
Ibarat sebuah pohon, kalau kita menanam pohon maka kita akan memanen hasilnya.
Kalau tidak pernah menanam, apa yang akan dipanennya.
Menghadapi orang yang susah hidupnya sudah, kita harus menghadapi bukan hanya dengan pikiran tetapi juga dengan hati.Begitu kata Andi F. Noya dalam bukunya.
Salam.
Sama-sama menguntungkan ya Dok ?
BalasHapusSepertinya baru saya saja yang merasakan keuntungan dari BLOG Dokter ini.
Mendapatkan pengalaman berharga sekaligus teman yang siap berbagi. :)
Mohon Maaf, koneksi saya baru saja mulai normal sejak tadi pagi. Padahal baru saja mau saya PHK. :)
To Pande Baik: he..he..kita sudah saling memberi dan menerima bukan. Kita sudah saling menampilkan URL Blog kita masing-masing. Saya juga sudah menerima pengetahuan yang baik dari Blog anda.
BalasHapusEmang Starone dalam beberapa hari ini koneksinya agak lambat. Ada kerusakan jaringan atau traffic internet yg sedang sangat sibuk menjelang pemilu Legislatif tgl 9 April 2009 y.a.d. Salam sukses.